Praktik prostitusi anak di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), kian merajalela. Minimnya mitigasi dari keluarga, pemerintah, hingga gereja di sana menjadi salah satu faktor utama.
Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak Lembata (Permata), Maria Loka, mengatakan akses untuk merehabilitasi korban prostitusi anak di Lembata juga sangat minim. Dia berharap pemerintah, gereja, dan pemangku kepentingan lainnya mendampingi para korban yang terjebak dalam prostitusi.
"Saya mau (mereka) direhabilitasi. Memprihatinkan. Lembata punya perda perlindungan anak tapi minim sekali pengawasan," terang Maria Loka kepada detikBali, Rabu (13/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengawasan orang tua terhadap anak-anak juga dinilai sangat rendah. Anak perempuan dibiarkan berkeliaran hingga larut malam tanpa tujuan yang jelas. Patroli aparat untuk menekan praktik prostitusi di jalanan juga minim.
"Perlu pengawasan orang tua dalam penggunaan HP. Sebab ada yang terjebak secara online. Para PSK ini rata-rata anak broken home, ada penelantaran begitu tinggal oleh keluarga," tandasnya.
Pengamat sosial dari UIN Sunan Kalijaga, Anselmus Atasoge, melihat ada beberapa faktor yang mesti dilihat sehingga banyak remaja terjebak dalam prostitusi. Sebagian besar karena faktor ekonomi.
"Keterpaksaan ekonomi (bisa jadi) membuat mereka memilih jalan ini. Dampak atas dirinya sering dikesampingkan," ungkap Anselmus.
Ansel mengatakan masyarakat sering melabeli mereka sebagai tak bermoral. Namun sering masyarakat tidak mengetahui apa yang ada di balik pergulatan hidup mereka. Dari satu sisi, kata Ansel, sangat disayangkan atas pilihan yang demikian, seakan tak ada daya untuk memilih bentuk pekerjaan yang lain.
"Institusi agama dan negara dibutuhkan intervensinya bagi mereka yang telah kehilangan resiliensi diri di hadapan kehidupan yang lebih bermartabat," tukasnya.
Rohaniwan Katolik asal Lembata, Romo Yohakim Dominggus Boli Hereng Odel, mengatakan gereja jangan tutup mata terhadap persoalan ini. Dia bicara tentang orang muda tidak lepas dari masa kini juga masa depan.
"Orang muda tampil sebagai solusi bukan sebagai masalah," tanya Romo yang biasa disapa Yoan Odel ini.
Pastor Yohakim mengatakan gereja sangat mengharapkan tanggung jawab semua pihak terutama orang tua, di mana orang tua harus bertanggung jawab sebagai pendidikan nilai dasar bagi anak-anak.
"Anak-anak harus merasa nyaman di dalam rumah. Ciptakan keluarga sebagai pembawa damai supaya anak merasa damai di dalam rumah sendiri. Orang tua harus menjadi sahabat peziarahan bagi anak-anak," tandas Yohakim.
(dpw/gsp)