Bocah perempuan berusia 11 tahun yang menjadi korban pencabulan oleh buruh panggul di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, masih menjalani sekolah secara online atau daring. Korban rencananya dipindahkan dari sekolah untuk menghindari bullying dari teman-temannya.
Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi, mengatakan pihaknya sudah berkunjung untuk bertemu dengan orang tua serta memantau keadaan korban, Senin lalu. Kondisi fisik dan psikis korban masih dalam kondisi sehat. Korban juga masih lincah dan tidak menunjukkan tanda-tanda trauma.
"Anak ini sama sekali tidak murung, sedih, apalagi takut. Intinya korban sangat ceria. Mungkin juga karena setelah peristiwa itu (pencabulan) korban langsung diajak ke tempat lain oleh ibunya, jadi tidak mendengar omongan yang membuat korban tertekan," ungkap Utami kepada detikBali, Rabu (22/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Utami mengatakan korban masih menjalani sekolah secara daring sampai akhir semester ini. Pada awal semester depan, korban rencananya akan dipindahkan ke pesantren oleh orang tuanya.
"Korban rencananya akan dipindahkan ke pesantren karena di sekolah lamanya sudah diketahui oleh semua pihak, termasuk guru dan teman-temannya," ujar Utami.
Sejak kasus pencabulan tersebut terungkap, korban tinggal bersama ibunya. Dia merasa nyaman tinggal bersama ibunya dan tidak menunjukkan tanda-tanda trauma. "Korban merasa nyaman tinggal bersama ibunya. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda trauma," kata Utami.
PPA Jembrana akan terus memberikan pendampingan kepada korban dan keluarganya. PPA juga akan terus memantau kondisi korban. "Kota akan pantau kondisi korban dan tetap melakukan pendampingan," tandas Utami.
Sebelumnya, seorang bocah kelas empat Sekolah Dasar (SD) di salah satu desa di Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, menjadi korban kekerasan seksual. Dia menjadi korban tindakan pencabulan oleh seorang buruh panggul di dekat sekolahnya.
Pelaku merupakan seorang pekerja buruh panggul di sekitar desa tersebut. Kejadian ini baru dilaporkan ke polisi setelah korban tak pernah lagi masuk sekolah.
(dpw/hsa)