"Yang terbaru, ada seorang laki-laki yang berkedok sebagai guru pramuka. (Laki-laki itu) grooming (menggoda) anak-anak ini dengan permintaan yang melecehkan secara seksual," kata Ketua UPTD PPA Denpasar Luh Putu Anggraeni dihubungi detikBali, Rabu (30/8/2023).
Anggraeni mengatakan informasi yang didapatnya terduga pelaku tersebut telah menempuh pelatihan sebagai guru pramuka di empat SD dan SMP. Ia menyebut jumlah korban diperkirakan lebih dari delapan siswa.
"Kemungkinan lebih banyak (dari delapan siswa), karena sebagai pembina pramuka di empat sekolah, SD dan SMP," ungkapnya.
Namun, saat ia berupaya mengkonfirmasi identitas terduga pelaku dengan tenaga pelatih pramuka yang lain, tidak ada satupun yang mengenalnya.
"Padahal orang ini sudah melakukan pembinaan sebagai guru pramuka di empat sekolah SD dan SMP. Ketika ditanya sama kawan-kawan pengurus pramuka Denpasar, katanya tidak ada yang namanya si X," jelas Anggraeni.
Kasus tersebut kini telah dilaporkan dan ditangani oleh Polda Bali sejak April 2023. Anggraeni menyebut kasus dugaan pelecehan seksual itu masih dalam penanganan kepolisian.
"Sedang berproses di Polda Bali. Semoga dapat petunjuk-petunjuk baru," ujarnya.
Guru Pramuka Diduga Rayu Siswa Modus Beri Traktiran
Anggraeni menuturkan dugaan guru pramuka melecehkan siswa SD terjadi sejak lama. Kasus tersebut terkuak saat para orang tua memergoki ada percakapan aneh antara anak dan guru pramuka tersebut.
Para orang tua yang curiga, lalu melaporkan temuan mereka kepada para guru di sekolah anak-anaknya. "Ternyata setelah diusut-usut oleh pihak sekolah, banyak anak yang menerima chat yang sama dengan rayuan hadiah atau traktiran," tuturnya.
Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali Ni Luh Gede Yastini mengatakan telah menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian dan P2TP2A. Meski begitu, Yastini menyatakan akan tetap mengawal proses hukumnya di kepolisian.
"Untuk kasus ini, kami KPPAD berharap agar kasus ini bisa segera ada kejelasan proses hukumnya. Kami mendorong agar selain menggunakan UU Perlindungan Anak juga menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam proses hukumnya," kata Yastini.
(nor/gsp)