Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali mengaku kesulitan melacak keberadaan turis asing yang viral di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Turis Taiwan itu mengaku menjadi korban pungutan liar alias pungli oleh petugas Bea Cukai Ngurah Rai.
Sayangnya, minimnya informasi menjadi kendala bagi petugas untuk melacak keberadaan turis asing tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi, anggota saya bilang (video turis asal Taiwan korban pungli) itu tidak ada. Mereka sedang coba cek, itu nama warga negara asingnya siapa," kata Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali Barron Ichsan kepada wartawan di Denpasar, Kamis (13/4/2023).
Barron mengaku sempat menelusuri media sosial turis tersebut dan hasilnya nihil. Menurut Barron, turis Taiwan tersebut telah meninggalkan Indonesia.
"Jadi agak susah membuktikannya. Mungkin kami mau coba dahulu identitas yang bersangkutan itu siapa. Baru nanti kami bisa lacak, siapa petugas mendaratkan. Itu pun kalau kami dapat identitas lengkapnya warga negara Taiwan ini," kata Barron.
Barron menjelaskan memang ada larangan mengambil foto dan video di tempat-tempat tertentu di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci aturan yang dimaksud.
Begitu pula terkait denda yang diberlakukan terhadap orang yang nekat mengambil gambar di area terlarang di Bandara Ngurah Rai. Dia hanya menegaskan bahwa nominal denda tidak mencapai US$ 4.000.
"Setahu saya sih nggak sebesar itu juga. Di aduannya kan katanya sampai US$ 4.000. Akhirnya jadi US$ 400, terus jadi US$ 300. Nah, itu nanti kami lacak dahulu lah," tegasnya.
Barron mengimbau agar masyarakat atau siapa pun yang melayangkan aduan untuk menyerahkan kelengkapan identitas. Menurutnya, aduan tersebut akan sulit ditindaklanjuti apabila identitas pengadunya tidak lengkap.
"Jadi, untuk kasus ini saya belum bisa komentar. Nanti kami investigasi dahulu," katanya.
Turis Taiwan yang belum diketahui namanya itu mengaku menjadi korban pemerasan oleh petugas Bea Cukai Ngurah Rai dan mengunggah videonya ke media sosial.
Diketahui, turis tersebut digiring ke sebuah ruangan lantaran ketahuan mengambil foto di area bandara.
Kasus dugaan pungli itu bahkan santer diberitakan media asal Taiwan.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana meyakini peristiwa yang dialami turis Taiwan tersebut tidak terjadi di area Bea Cukai. Ia beralasan Bea Cukai tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perekaman sidik jari dan stempel atau cap pada paspor.
"Hasilnya setelah diterjemahkan terdapat informasi yang mengindikasikan kejadian tersebut bukan terjadi pada area Bea Cukai," kata Hatta, Kamis (13/4/2023).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana mengaku telah melakukan penelusuran terkait informasi tersebut.
Ia menyebutkan Bea Cukai sudah melakukan penelusuran sumber berita ke situs forum online PTT pada tautan https://www.ptt.cc/bbs/WomenTalk/M.1681039199.A.EBB.html.
"Hasilnya setelah diterjemahkan terdapat informasi yang mengindikasikan kejadian tersebut bukan terjadi pada area Bea Cukai," kata Hatta, Kamis (13/4/2023).
Kabar itu sebelumnya juga disebarkan akun Ludai (NeverEnough). Dia menceritakan pengalamannya ketika mengambil foto di area terbatas Bandara Ngurah Rai. Lantas, ada petugas Bea Cukai menghampiri dan kemudian membawanya ke ruang gelap. Petugas itu mengancam akan melakukan repatriasi atau memulangkan ke negara asal.
Pada akhir unggahan, akun tersebut menyampaikan dia bisa mendapatkan kembali paspornya yang ditahan. Ini setelah dia menyepakati sejumlah uang dengan petugas. Petugas juga melakukan perekaman sidik jari dan meminta tidak menceritakan pengurangan denda tersebut.
Akhirnya, turis Taiwan itu bisa melanjutkan perjalanan.
(efr/gsp)