Menjaga Laut hingga Gunung dalam Goresan Wayang Kamasan ISI Bali

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Minggu, 14 Des 2025 17:23 WIB
Foto: Kritik isu ekologi dituangkan dalam puluhan lukisan bergaya khas Wayang Kamasan. (Agus Eka/detikBali)
Badung -

Pameran seni rupa bertajuk "Kuratorika: Segara Giri" di Bali menjadi sorotan, menampilkan refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam melalui medium Wayang Kamasan klasik. Kuratorika, sebuah inisiatif dari mahasiswa Magister Tata Kelola Seni ISI Bali, hadir sebagai ruang dialog seni dan kesadaran ekologis yang relevan dengan isu-isu kontemporer.

"Pameran ini kami rancang, memberikan ruang kepada para seniman muda khususnya, untuk melestarikan seni dan budaya. Kami mengangkat tema Kuratorika ini 'Segara Giri', di mana segara yang berarti lautan dan giri yang berarti gunung," ujar Rai Gede Wahyudi Putra, Ketua Panitia Pameran Kuratorika, Sabtu (13/12/2025).

Tema Segara Giri (Laut dan Gunung) dipilih untuk merepresentasikan pentingnya menjaga alam semesta, di mana keseimbangan unsur kosmologis ini akan berujung pada kemakmuran dan kesejahteraan, atau sebaliknya, bencana. Pameran ini menampilkan karya-karya ilustrasi Wayang Kamasan yang dikerjakan oleh mahasiswa Desain Komunikasi Visual ISI Bali Angkatan 2024.

"Kami ambil itu agar peserta bisa merepresentasikan bagaimana alam semesta ini dijaga dengan baik, dan ketika dijaga dengan baik, alam ini akan memberikan kita kemakmuran dan kesejahteraan, dan begitu pun sebaliknya," jelasnya.

Bencana akibat Ulah Manusia" karya Fakih Topaz Sudrajat yang secara eksplisit menampilkan suasana banjir dengan gaya khas wayang Kamasan." title="Bencana Ulah Manusia" class="p_img_zoomin" />Lukisan bertajuk "Bencana akibat Ulah Manusia" karya Fakih Topaz Sudrajat yang secara eksplisit menampilkan suasana banjir dengan gaya khas wayang Kamasan. (Foto: Agus Eka/detikBali)

"Ketika alam ini tidak dijaga dengan baik, alam akan memberikan kita bencana, seperti yang sering terjadi saat ini yaitu bencana banjir, tanah longsor. Fenomena ini masih terjadi sampai sekarang, selain di beberapa daerah di Indonesia, Bali juga mengalami," lanjut Rai, sapaannya.

Bencana Akibat Ulah Manusia

Salah satu karya yang dipamerkan, berjudul Kemanusiaan dan Kesejahteraan Alam oleh Patricia Clarys Johan, menggambarkan keindahan alam yang terjaga sempurna, dengan laut jernih, karang hidup, dan manusia yang dapat berenang dengan aman. Pesan yang dibawa kuat: melindungi alam adalah menjaga ruang bagi manusia untuk hidup dan berbahagia.

Namun, karya-karya lain menunjukkan sisi gelap dari ulah manusia. Misalnya, dalam karya lukisan bertajuk "Flood Not Our Friend" oleh Ida Bagus Gede Andhika Pradanta, tergambar sosok monyet yang ketakutan berpegangan pada tiang listrik menjadi simbol hewan yang kehilangan rumah akibat kerusakan alam.

Air yang bergulung bukan hanya sekadar banjir, melainkan manifestasi perasaan alam yang tidak lagi nyaman karena ulah manusia yang merusak.

"Monyet kini menjadi bukti kehancuran alam tidak pernah memilih korban, apabila keegoisan manusia terus berlabuh bagi satwa pun lenyap dan pada saat yang bersamaan manusia kelak akan ikut merasakan penderitaan yang sama. Karya ini mengajak audiens untuk kembali bersahabatlah dengan alam," jelasnya.

Lain lagi dengan karya bertajuk "Bencana akibat Ulah Manusia" oleh Fakih Topaz Sudrajat yang secara eksplisit menampilkan suasana banjir dipenuhi tumpukan sampah, dengan cerobong asap industri mengepul di kejauhan. Ini menjadi kritik tajam bahwa pembangunan industri yang tidak terkelola dan kebiasaan membuang sampah sembarangan berkontribusi besar terhadap bencana yang merugikan banyak pihak.



Simak Video "Video Playful Bites: Food Monster Project Karya Mangmoel"


(hsa/nor)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork