Pande Sumantra dan Guratan Lukisan Khas Kamasan

Pande Sumantra dan Guratan Lukisan Khas Kamasan

Ni Komang Ayu Leona Wirawan - detikBali
Minggu, 21 Sep 2025 16:15 WIB
I Wayan Pande Sumantra, salah satu perajin lukisan Kamasan. (Foto:Β Ni Komang Ayu Leona W/detikBali)
I Wayan Pande Sumantra, salah satu perajin lukisan Kamasan. (Foto:Β Ni Komang Ayu Leona W/detikBali)
Klungkung -

Lukisan Kamasan tetap bertahan di tengah gempuran seni modern. Di tangan I Wayan Pande Sumantra, guratan bertemakan wayang dan aneka motif mitologi Hindu itu dilukis di atas keben, topi, kipas, tumbler, hingga hiasan rumah.

"Awalnya, lukisan. Kami ikuti perkembangan zaman dengan pakai material lain. Trennya juga berubah-ubah. Dulu kipas lukis Kamasan yang banyak dipesan. Sekarang, tumbler dan keben," tutur Sumantra ditemui detikBali, Minggu (21/9/2025).

Seni lukis klasik wayang Kamasan merupakan salah satu gaya lukis tradisional yang berkembang di Desa Kamasan, Klungkung, Bali. Lukisan gaya Kamasan memiliki teknik pembuatan dan bahan khusus. Biasanya mengangkat cuplikan kisah pewayangan seperti Mahabharata, Ramayana, cerita Tantri, dan lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perjalanannya, sejumlah seniman mengaplikasikan gaya Kamasan dengan sentuhan modern. Misalkan menggunakan cat akrilik. Berbeda dengan masa lampau yang menggunakan warna alami seperti batu pere dan daun taum. Media lukis yang digunakan di masa lalu juga kanvas khusus.

"Beralih ke cat akrilik sejak tahun 2000 karena batu perenya langka. Dulu Pulau Serangan (Denpasar) menjadi penghasil batu pere, tapi itu diuruk (reklamasi) ketika Orde Baru. Biasanya tinggal ambil di pinggir pantainya, tidak usah membeli," tutur Sumantra.

ADVERTISEMENT

Meski telah beralih menggunakan cat akrilik, Sumantra masih menguasai teknik lukisan gaya Kamasan. Jika mengacu pada teknik melukis tradisional, satu batu pere akan menghasilkan warna cokelat, merah, dan kuning sekaligus.

Sedangkan, daun taum dan daun blau hanya menghasilkan warna biru. Supaya bisa digunakan, batu pere perlu ditumbuk dahulu hingga menjadi bubuk.

Di atas piringan cina, bubuk dicampur lem ancur untuk mencari sari warnanya. Perlu kehati-hatian mengolah batu pere tersebut. Sebab, jika terkena kotoran atau minyak sedikit saja, maka sari warna tidak bisa muncul.

Lantaran menggunakan bahan dari alam, warna yang dihasilkan cenderung redup. Namun, di sanalah letak keunikannya karena memberi nuansa klasik. Berbeda dengan cat akrilik yang menghasilkan warna lebih mencolok.

Teknik Melukis Gaya Kamasan

Sebelum mulai melukis, kain dipoles batu pere. Tujuannya untuk memunculkan warna kecokelatan yang klasik pada kain. Tahap selanjutnya adalah membuat sketsa (sketching) dengan damar (minyak tanah), pewarnaan, dan diakhiri dengan finishing menggunakan damar.

"Pembuatan kanvasnya sendiri juga sulit dan cuma ada di Kamasan. Kain blacu yang masih berpori harus dilapisi bubur dari tepung beras dan dijemur sinar matahari. Setelah itu, digosok kainnya pakai kerang laut supaya licin. Proses bikin kain kanvas ini yang masih sampai sekarang," imbuh Sumantra.

Pembuatan kain kanvas sebagai media lukisan Kamasan membutuhkan waktu dua hari. Sedangkan, penyelesaian lukisan bisa berhari-hari hingga berbulan-bulan, tergantung kerumitan dan ukuran yang dipesan.

Aneka produk yang dihiasi lukisan motif Kamasan. (Foto: Ni Komang Ayu Leona W/detikBali)Aneka produk yang dihiasi lukisan motif Kamasan. (Foto: Ni Komang Ayu Leona W/detikBali)

Saat ini, Sumantra menjual berbagai produk kerajinan dengan mengaplikasikan lukisan gaya Kamasan. Selain berjualan secara daring, dia juga menjadikan sebagian rumahnya sebagai studio lukis bernama Sinar Pande.

Sumantra juga membuka kelas melukis gaya Kamasan untuk para wisatawan yang berkunjung ke galeri seninya itu. Kegiatan ini biasanya sudah termasuk dalam paket tur yang dijajakan sejumlah agen perjalanan wisata yang berkolaborasi dengannya.

Bagi Sumantra, studio lukis tersebut bukan sekadar sumber mata pencahariannya. Itu merupakan salah satu upayanya melestarikan lukisan Kamasan.

Pintu rumahnya juga selalu terbuka bagi anak-anak setempat yang ingin belajar. Seperti dirinya yang belajar sejak usia belia dari maestro lukisan Kamasan, I Nyoman Mandra.

"Saya dulu tinggal bersama Nyoman Mandra karena masih satu keluarga. Dia melahirkan banyak pelukis muda dulu, termasuk saya diajarkan beliau. Karena berasal dari keluarga tidak mampu, belajar melukis jadi cara supaya bisa beli beras dan bersekolah," kenangnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Motif Penusukan di Denpasar: Pelaku Tersinggung Ditatap Korban"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads