Sebuah bangunan tiga lantai berdiri kokoh di dekat jembatan Jalan Hasanuddin. Bangunan itu dipenuhi dengan ornamen khas Bali. Di lantai dua dan tiga tampak jendela-jendela lebar, khas bangunan lawas. Bangunan itu berada di ujung dari deretan toko-toko emas di sepanjang Jalan Hasanuddin.
Tepat di lantai dua, di tengah-tengah bangunan, ada tulisan Hotel Raya. Jika tidak melihat dengan seksama, tulisan itu nyaris tidak terlihat. Hotel Raya merupakan salah satu hotel lawas yang masih eksis di Kota Denpasar hingga sekarang.
Belakangan, Hotel Raya menjadi sorotan lantaran berdiri tepat di bantaran sungai. Bangunan-bangunan di bantaran sungai memang menjadi sorotan sejak banjir bandang melanda Denpasar, September lalu. Sebab, sejak itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar menyatakan akan menata ulang tata ruang kota.
Hotel Raya yang beralamat di Jalan Hasanudin Nomor 51, Denpasar, sudah berdiri sejak 1960-an. Hotel Raya pernah mengalami masa-masa kejayaan dan menjadi salah satu hotel paling ikonik di masanya.
Letak Hotel Raya yang strategis di pusat kota membuat hotel ini kerap menjadi jujukan pebisnis dan turis-turis di masa itu. Bahkan, tak jarang para pejabat yang berdinas luar kota juga menginap di Hotel Raya. Seiring waktu, makin banyak hotel baru makin bermunculan.
Namun begitu, Hotel Raya yang merupakan hotel bertipe melati satu ini seperti enggan bersaing dengan hotel-hotel modern. Salah seorang pemilik sekaligus pengelola Hotel Raya, Made Wibawa (64), mengaku tidak risau dengan hotel-hotel modern dan berbintang yang menjamur di Bali. Menurutnya, Hotel Raya punya pangsa pasar dan pelanggan tersendiri.
Mereka didominasi warga domestik yang merupakan para pedagang dari luar Pulau. Karena letak hotel yang dekat dengan Pasar Kumbasari dan Pasar Badung, sebagian tamu Hotel Raya adalah pemasok barang untuk toko-toko di pasar tersebut.
"Tamu kami banyak yang berprofesi sebagai pedagang pasar. Banyak dari mereka yang berasal dari Pulau Jawa dan Kupang," ungkap Wibawa, ditemui detikBali di hotelnya, Kamis (27/11/2025).
Wibawa menceritakan perintis Hotel Raya adalah ayahnya, Wayan Ceked. Menurut Wibawa yang merupakan anak kedua itu, ayahnya sebelum membangun hotel berprofesi sebagai penjahit. Pada 1957, Wayan Ceked merantau dari Desa Guwang, Gianyar, ke Denpasar.
"Sebelum punya hotel, Bapak saya buka jasa jahit dengan nama penjahit Aktif. Lama-lama usahanya berkembang dan bapak beli lima bemo roda tiga. Dari hasil bemo dan menjahit itu Bapak membeli tanah untuk Hotel Raya ini," ucap Wibawa.
(hsa/iws)