Sebuah bangunan tiga lantai berdiri kokoh di dekat jembatan Jalan Hasanuddin. Bangunan itu dipenuhi dengan ornamen khas Bali. Di lantai dua dan tiga tampak jendela-jendela lebar, khas bangunan lawas. Bangunan itu berada di ujung dari deretan toko-toko emas di sepanjang Jalan Hasanuddin.
Tepat di lantai dua, di tengah-tengah bangunan, ada tulisan Hotel Raya. Jika tidak melihat dengan seksama, tulisan itu nyaris tidak terlihat. Hotel Raya merupakan salah satu hotel lawas yang masih eksis di Kota Denpasar hingga sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, Hotel Raya menjadi sorotan lantaran berdiri tepat di bantaran sungai. Bangunan-bangunan di bantaran sungai memang menjadi sorotan sejak banjir bandang melanda Denpasar, September lalu. Sebab, sejak itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar menyatakan akan menata ulang tata ruang kota.
Suasana di lorong kamar Hotel Raya di Jalan Hasanudin Nomor 51 Denpasar, Bali pada Kamis (27/11/2025) (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali) |
Hotel Raya yang beralamat di Jalan Hasanudin Nomor 51, Denpasar, sudah berdiri sejak 1960-an. Hotel Raya pernah mengalami masa-masa kejayaan dan menjadi salah satu hotel paling ikonik di masanya.
Letak Hotel Raya yang strategis di pusat kota membuat hotel ini kerap menjadi jujukan pebisnis dan turis-turis di masa itu. Bahkan, tak jarang para pejabat yang berdinas luar kota juga menginap di Hotel Raya. Seiring waktu, makin banyak hotel baru makin bermunculan.
Namun begitu, Hotel Raya yang merupakan hotel bertipe melati satu ini seperti enggan bersaing dengan hotel-hotel modern. Salah seorang pemilik sekaligus pengelola Hotel Raya, Made Wibawa (64), mengaku tidak risau dengan hotel-hotel modern dan berbintang yang menjamur di Bali. Menurutnya, Hotel Raya punya pangsa pasar dan pelanggan tersendiri.
Mereka didominasi warga domestik yang merupakan para pedagang dari luar Pulau. Karena letak hotel yang dekat dengan Pasar Kumbasari dan Pasar Badung, sebagian tamu Hotel Raya adalah pemasok barang untuk toko-toko di pasar tersebut.
Tampilan salah satu kamar Hotel Raya di Jalan Hasanudin Nomor 51 Denpasar, Bali pada Kamis (27/11/2025). (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali) |
"Tamu kami banyak yang berprofesi sebagai pedagang pasar. Banyak dari mereka yang berasal dari Pulau Jawa dan Kupang," ungkap Wibawa, ditemui detikBali di hotelnya, Kamis (27/11/2025).
Wibawa menceritakan perintis Hotel Raya adalah ayahnya, Wayan Ceked. Menurut Wibawa yang merupakan anak kedua itu, ayahnya sebelum membangun hotel berprofesi sebagai penjahit. Pada 1957, Wayan Ceked merantau dari Desa Guwang, Gianyar, ke Denpasar.
"Sebelum punya hotel, Bapak saya buka jasa jahit dengan nama penjahit Aktif. Lama-lama usahanya berkembang dan bapak beli lima bemo roda tiga. Dari hasil bemo dan menjahit itu Bapak membeli tanah untuk Hotel Raya ini," ucap Wibawa.
Wibawa pun mengenang kondisi hotel saat pada awal merintis. Saat itu, hotel hanya memiliki 12 kamar. Temboknya pun bukan dibuat dari batako atau batu bata. Melainkan menggunakan triplek yang kemudian dicat dengan kapur putih saat itu. Harga kamar masih berkisar Rp 5 ribu-Rp 10 ribu.
"(Hotel ini mulai terkenal) Sekitar tahun 1970-an. Terkenalnya karena lokasinya yang dekat masjid, Pasar Kumbasari, dan berada di pusat Kota Denpasar," ungkapnya.
Hotel Raya kala itu makin terkenal melalui promosi mulut ke mulut. Banyak pula pemandu wisata yang membawa tamunya ke hotel ini. Sebab, Hotel Raya memberikan komisi 10 persen bagi pemandu yang membawa calon tamu ke sana. Komisi akan berlipat jika tamu hotel menginap lebih lama.
"(Soal ciri khas) Kami tidak sama dengan hotel berbintang dan biasa-biasa saja. Ada tamu ya kami terima dan sistemnya kekeluargaan," sebutnya.
Di sisi lain, banyak hal yang ia dan saudaranya pelajari dari sosok ayahnya selama ini. Meskipun terbilang kolot, dia dan saudara-saudaranya menganggap ayahnya sebagai sosok dengan pemikiran yang cerdas khususnya dalam hal berbisnis.
"Bahkan, saya dan adik saya yang sarjana merasa kalah pemikirannya dengan Bapak. Saya juga melihat Bapak sebagai sosok yang hebat sekali dan hematnya tinggi sekali," akunya.
Front office Hotel Raya di Jalan Hasanudin Nomor 51 Denpasar, Bali pada Kamis (27/11/2025). (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali) |
Selain itu, banyak pesan berharga dari Wayan Ceked yang masih dijaganya hingga kini. Salah satunya, yakni permintaan untuk tidak memecat karyawan Hotel Raya yang telah mengabdi sejak lama. Sebab, mereka memiliki jasa dalam proses berkembangnya hotel.
"Saya pun berjanji tidak memecat, kecuali dia yang mengundurkan diri. Dulu ada pegawai yang kerja sampai usia 75 tahun dan sekarang ada satu pegawai yang berumur 80 tahun, dia masih kuat bekerja," tuturnya.
Kini, Hotel Raya yang punya 52 kamar dikelola oleh keluarga dan memiliki beberapa pegawai. Hanya ada dua tipe kamar di Hotel Raya. Yakni, kamar dengan fasilitas kipas angin yang dibanderol Rp 100 ribu per malam dan kamar dengan AC, lemari, hingga televisi dengan harga Rp 150 ribu.
Baca juga: Misteri Patung Ngurah Rai di Pura Dalem Basa |
Okupansi Hotel Raya saat ini, Wibawa berujar, cukup tinggi. Sekarang, dari 52 kamar, terisi sekitar 40 kamar. Bahkan, kebanyakan tamu tak hanya menginap sehari, tapi berhari-hari.
Menurut Wibawa, sejak setahun terakhir pihaknya gencar melakukan promosi melalui media sosial. Hal ini juga sebagai respons terhadap perkembangan zaman dan sebagai upaya bertahan di tengah tingginya persaingan hotel di Denpasar.














































