Legenda Jayaprana dan Layonsari: Air Mata yang Tak Pernah Kering di Buleleng

Historia

Legenda Jayaprana dan Layonsari: Air Mata yang Tak Pernah Kering di Buleleng

Daniel Pekuwali - detikBali
Jumat, 17 Okt 2025 09:30 WIB
Legenda Jayaprana dan Layonsari: Air Mata yang Tak Pernah Kering di Buleleng
Ilustrasi legenda Jayaprana dan Lanyonsari. (Foto: dok. Dispar Buleleng)
Denpasar -

Teluk Trima di Buleleng, menyimpan kisah cinta dua sejoli yang penuh dengan air mata dan pengorbanan. Di atas bukit rendah, berdiri Pura Jayaprana, dan tak jauh darinya, sebuah makam yang diyakini sebagai tempat bersemayam Jayaprana.

Di sinilah legenda cinta paling getir di utara Bali bergema-kisah Jayaprana dan Ni Layonsari, yang tetap dikenang sebagai simbol kesetiaan dan pengorbanan. Kisah cinta dengan air mata yang tak pernah kering.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita bermula di desa Kalianget, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali. Menurut versi yang disiarkan Dinas Kebudayaan Buleleng, wabah dahsyat memusnahkan penduduk desa itu, menyisakan seorang bocah bernama Jayaprana.

Raja atau penguasa setempat-bervarian dalam versi cerita-mengambilnya dan merawatnya di istana. Jayaprana tumbuh menjadi abdi yang setia, rajin, tampan, dan dipercaya memikul tugas penting kerajaan.

ADVERTISEMENT

Ketika dewasa, Jayaprana jatuh cinta pada Ni Layonsari, seorang gadis kampung-dalam versi lokal disebut putri bendesa Banjar Sekar ataupun penjual bunga yang lembut hati. Mereka menikah dengan restu raja, dalam pesta yang meriah. Namun kebahagiaan itu segera diuji.

Jerat Istana dan Tugas Maut

Beberapa hari setelah pernikahan, raja, yang kini merasa terpesona oleh Layonsari, mulai memendam niat buruk. Dalam intrik yang berlapis, ia menyuruh Jayaprana untuk pergi ke Teluk Terima atau Teluk Trima (kedua nama ini sering digunakan bergantian) dengan alasan tugas negara-menyidik kapal karam atau ancaman laut.
Kalianget

Sesampai di hutan pantai, Jayaprana diperlihatkan surat perintah rahasia bahwa ia akan dibunuh. Dalam versi Dinas Kebudayaan, pengawal istana (Patih Saunggaling dalam beberapa versi) dipakai sebagai eksekutor. Jayaprana, yang merasa hutang budi ke raja, menerima takdirnya. Ketika ditikam keris, udara disebut-sebut menyebarkan aroma harum dan gempa kecil mengguncang pepohonan-alam dianggap turut meratap atas kematiannya.

Ketika Layonsari mendengar kabar kematian suaminya, ia jatuh dalam kesedihan mendalam. Menolak lamaran raja yang kini menunjukkan niat menguasainya, Layonsari memilih bunuh diri dengan keris. Tubuhnya ditemukan di tempat tidurnya atau di dalam rumah, dalam keadaan seolah membujur.

Mausoleum, Pura, dan Piodalan

Seiring waktu, masyarakat menempatkan kisah ini dalam ruang spiritual dan geografis. Kompleks pemakaman dan pura di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak (bagian kawasan Teluk Terima), menjadi objek ziarah dan wisata religi.

Makam Jayaprana berada di area hutan lindung, membujur di lereng kecil yang menghadap laut. Pengunjung datang untuk mempersembahkan doa, sesajen, dan bunga.

Pura Jayaprana, yang kini juga berfungsi sebagai tempat sembahyang dan upacara piodalan, menurut catatan desa Kalianget dibangun sebagai penghormatan atas kisah tersebut. Dalam versi cerita lokal, Pura Anyar Jayaprana dibangun pada 1949 sebagai tempat suci bagi roh Jayaprana dan Layonsari.

Dinas Pariwisata Buleleng menempatkan komplek ini sebagai salah satu destinasi wisata budaya-pengunjung tidak hanya melihat makam dan pura, tetapi juga menikmati panorama laut dan hutan di sekitarnya.

Halaman 4 dari 3


Simak Video "Video Harum Menggoda Kue Laklak, Jajanan Pasar Legendaris Buleleng"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads