Kajeng Kliwon Pamelastali adalah salah satu rerahinan penting dalam tradisi Hindu Bali. Hari suci ini diyakini sebagai peringatan runtuhnya Watugunung, tokoh sakti dalam mitologi Bali, yang akhirnya dikalahkan oleh Dewa Wisnu.
Kajeng Kliwon Pamelastali bertepatan dengan penghujung Wuku Watugunung dalam perhitungan kalender Bali. Karena itu, hari ini juga sering disebut sebagai Watugunung Runtuh.
Kisah Watugunung dalam Lontar Medang Kemulan
Dalam Lontar Medang Kemulan diceritakan, di sebuah kerajaan bernama Kundadwipa, permaisuri bernama Dewi Sinta melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Watugunung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Watugunung muncul dari peristiwa ajaib. Saat ditinggal suaminya, Raja Kulagiri, yang bertapa di Gunung Semeru, Dewi Sinta melahirkan seorang bayi di atas sebuah batu. Bayi itu terjatuh dan membelah batu besar tanpa terluka sedikit pun. Dewa Brahma lalu bersabda bahwa Watugunung kelak menjadi anak sakti yang tidak terkalahkan oleh manusia, raksasa, maupun dewa, kecuali oleh kura-kura, perwujudan Dewa Wisnu.
Watugunung Jadi Raja yang Angkara
Seiring waktu, Watugunung tumbuh menjadi anak nakal dan bernafsu besar. Karena merasa tersakiti oleh ibunya, ia pergi dan menjadi perampok. Ia menaklukkan banyak kerajaan, bahkan kerajaan ayahnya sendiri.
Watugunung kemudian menikahi Dewi Sinta, yang tak disadarinya adalah ibu kandungnya sendiri. Hal ini terjadi karena Dewi Sinta mendapat anugerah untuk tetap awet muda sehingga keduanya tidak saling mengenali.
Hingga suatu ketika, saat mencari kutu di kepala Watugunung, Dewi Sinta melihat bekas luka lama dan akhirnya menyadari bahwa suaminya adalah putranya sendiri.
Pertempuran dengan Dewa Wisnu
Mengingat sabda Dewa Brahma, Dewi Sinta lalu meminta Watugunung mencari madu milik Dewi Sri, istri Dewa Wisnu. Permintaan itu membuat Dewa Wisnu murka. Ia menjelma menjadi kura-kura dan menewaskan Watugunung dengan cakra Sudarsana.
Kekalahan itu kemudian diperingati sebagai Kajeng Kliwon Pamelastali atau Hari Watugunung Runtuh.
Makna Spiritual Rangkaian Hari Setelah Watugunung Runtuh
Setelah kematian Watugunung, lahirlah sejumlah penamaan hari dalam kalender Bali yang sarat makna spiritual:
- Senin Umanis Watugunung: disebut Candung Watang, merujuk pada jasad (watang) Watugunung. Pada hari ini ada pantangan naik pohon.
- Selasa Paing Watugunung: dikenal sebagai Paid-Paidan, menggambarkan Dewa Wisnu menyeret jasad Watugunung.
- Buda Pon Watugunung: disebut Buda Urip, karena Watugunung dihidupkan kembali oleh Bhagawan Budha dengan izin Dewa Wisnu.
- Kamis Wage Watugunung: hari Panegtegan, sebagai pengingat perjalanan hidup Watugunung.
- Jumat Kliwon Watugunung: dikenal sebagai Sukra Pangredanan, saat Watugunung menyadari kesalahannya dan memohon ampun pada Tuhan.
- Sabtu Umanis Watugunung: puncak wuku ini diperingati sebagai Hari Saraswati, hari turunnya ilmu pengetahuan.
Makna Kajeng Kliwon Pamelastali
Kajeng Kliwon Pamelastali bukan hanya peringatan mitologis, melainkan juga sarana umat Hindu Bali untuk merenungkan makna hidup, kesalahan, dan pengampunan. Melalui kisah Watugunung, umat diingatkan bahwa keangkaramurkaan pada akhirnya akan runtuh, dan jalan menuju kebijaksanaan hanya bisa ditempuh dengan kerendahan hati serta pengetahuan.
(dpw/dpw)