Gunung Tapak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, dikenal di kalangan pendaki, baik dari Bali maupun luar daerah. Namun, gunung ini lebih populer di kalangan peziarah karena terdapat makam Wali Pitu (Wali Tujuh) Habib Umar Bin Maulana Yusuf bin Al Maghribi.
"Sebelum puasa (Ramadan) banyak yang ziarah ke makam. Wisatawan, biasanya yang dari luar Bali atau daerah lain di Bali, hanya mendaki saja. Turis asing ada dari Singapura dan dari Suriname juga pernah ada, tapi tidak menentu," kata Juru Kunci Makam Wali Pitu, Faridin, saat ditemui detikBali di rumahnya, Kamis (3/4/2025).
detikBali sempat berkunjung ke makam yang berada di ketinggian 1.909 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu. Makam itu terletak dalam sebuah bangunan menyerupai rumah. Di sisi selatan rumah makam terdapat Pura Puncak Teratai Bang dengan dua palinggih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bangunan makam dibangun dengan berbagai material, seperti batu bata merah, batako, genteng seng, glass block, kusen jendela kayu, pintu kayu berlapis jeruji besi, keramik, dan kaca.
Rumah makam ini memiliki tiga pintu di sisi utara, barat, dan timur, semuanya dalam keadaan terkunci. Hanya area tempat wudu, dapur, dan dua toilet yang dapat diakses.
Bangunan ini dilengkapi beberapa lampu yang ditenagai aki dan tiga panel surya. Di sekitarnya, terdapat gudang, ruang semi permanen untuk dapur, tempat wudu, dan dua kamar mandi. Sebuah balai bengong juga berdiri di sisi utara.
"Memang terkesan seadanya. Karena dulunya hanya gundukan makam dan tanah lapang. Baru sekitar tahun 1970-an, warga berinisiatif membangun. Tapi, ya materialnya nyicil. Seadanya saja yang dibawa warga ke makam," ujar Faridin.
Semua pintu rumah makam dalam keadaan digembok dan terkunci. detikBali hanya bisa mengintip bagian dalam melalui jendela. Tampak kain putih menjuntai dari langit-langit hingga ke bawah, menutup makam Raden Hasan dan ketiga muridnya.
Cerita tentang Sepak Terjang Raden Hasan
Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (Unud), Anak Agung Bagus Wirawan, mengatakan sosok Habib Umar bin Maulana belum memiliki kejelasan sejarah. Tidak ada catatan sejarah mengenai keberadaannya di Bali.
"Kalau di dalam sumber di Bali nggak ada disebutkan itu," kata Wirawan.
Wirawan menjelaskan Islam pertama kali muncul di Kerajaan Gelgel, Kabupaten Klungkung, pada abad ke-14 dan ke-15. Islam dibawa oleh pengawal dari Kerajaan Majapahit yang ditugaskan mengantar Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngelesir, setelah menghadiri pertemuan di Majapahit.
Sejak saat itu, penyebaran Islam di Bali terjadi melalui interaksi warga Bali dengan orang Jawa, Bugis, dan Sasak (Lombok). Tidak seperti di Jawa, di mana Islam dibawa oleh pedagang Arab, penyebaran Islam di Bali dilakukan oleh pendatang dari Nusantara.
"Tidak pernah (Islam disebarkan di Bali oleh orang asing). Pasti, (penyebar Islam di Bali) asalnya Jawa dan Bugis. Proses Islamisasi di Nusantara juga baru terjadi pada abad ke-16 setelah Kerajaan Majapahit runtuh," jelasnya.
Faridin sendiri tidak mengetahui pasti asal-usul Wali Pitu. Ia menyebut bahwa sosok yang dimakamkan di Gunung Tapak dikenal dengan nama lain, yaitu Syekh Maulana Raden Hasan.
"Beliau ini katanya berasal dari Kalianget, Madura, dan mendarat di Singaraja sekitar abad ke-14," kata Faridin.
Ia menambahkan, Raden Hasan kemudian diminta pergi ke sekitar Danau Beratan di Bali tengah untuk menumpas makhluk gaib yang kerap memangsa warga.
"Di sanalah beliau ditugaskan untuk membersihkan (menumpas) makhluk-makhluk nggak jelas itu," tuturnya.
Peziarah Kecewa Pintu Makam Dikunci
Puji, seorang peziarah asal Kota Negara, Kabupaten Jembrana, datang ke makam di puncak gunung untuk berziarah dalam rangka Idul Fitri 2025. Namun, setelah mendaki gunung bersama belasan anggota keluarga dan saudaranya, ia mendapati pintu rumah makam dalam keadaan terkunci.
"Saya kecewa nggak jadi ziarah. Padahal saya ke sini dengan rombongan keluarga. Tapi makamnya dikunci. Harusnya ada pemberitahuan. Kami ingin ziarah dan berdoa," kata Puji.
Puji mengaku pernah mengunjungi makam tersebut dua tahun lalu. Saat itu, menurutnya, makam tidak pernah dikunci dan terbuka bagi peziarah dari mana pun.
"Saya pernah ziarah di sini dua tahun lalu. Dulu itu masih (bebas) berziarah," katanya.
(dpw/dpw)