Sejarah dan Perkembangan Canggu, 'Basecamp' Para Digital Nomad di Bali

Badung

Sejarah dan Perkembangan Canggu, 'Basecamp' Para Digital Nomad di Bali

Rusmasiela Mewipiana Presilla - detikBali
Selasa, 30 Apr 2024 17:59 WIB
Turis asing berjemur dan menikmati deburan ombak Pantai Batu Bolong di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung, beberapa waktu lalu. (Agus Eka)
Foto: Turis asing berjemur dan menikmati deburan ombak Pantai Batu Bolong di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung, beberapa waktu lalu. (Agus Eka)
Badung -

Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, telah berkembang menjadi magnet baru bagi para digital nomad. Canggu menjadi 'basecamp' yang diminati para pekerja lepas digital dari berbagai penjuru dunia.

Para digital nomad memilih Desa Canggu sebagai tempat untuk bekerja dan bersantai. Canggu dianggap memiliki kombinasi sempurna antara gaya hidup santai, kemudahan akses teknologi, dan komunitas yang ramah.

Tapi apakah detikers tahu bagaimana sejarah dan perkembangan dari daerah yang sangat fenomenal ini? Yuk, simak sejarahnya!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Nama Canggu

Pada awalnya, tidak terdapat data tertulis yang dapat mengungkapkan sejarah Desa Canggu. Namun, berdasarkan perbandingan dengan nama-nama desa di daerah Kerajaan Majapahit, terutama yang berada di Jawa, dapat ditemukan hubungan antara nama-nama tersebut dengan Bali. Misalnya, ada kesamaan nama antara beberapa desa di Bali dengan di Jawa, seperti Kediri, Grobogan, dan Banten.


Asal Usul Nama Canggu

Berdasarkan legenda yang berkembang di masyarakat, nama "Canggu" dihubungkan dengan peristiwa yang melibatkan patih dari Bali yang pergi ke Majapahit. Dalam perjalanan pulangnya, patih tersebut mengalami kejadian mistis di Bengawan Canggu, pelabuhan Kerajaan Majapahit.

ADVERTISEMENT

Cerita ini mengisahkan sebilah keris yang jatuh ke air. Namun dengan kekuatan puja mantra, sebilah keris itu kembali ke sarungnya. Keris tersebut kemudian diberi nama "Bengawan Canggu", dan tempat di mana kejadian tersebut terjadi kemudian diberi nama "Canggu".


Penggabungan dan Perkembangan Desa Canggu

Pada 1958, terjadi penggabungan antara Desa Canggu dan Desa Tibubeneng menjadi satu desa yang bernama Desa Canggu. Di bawah kepemimpinan berbagai kepala desa, Desa Canggu mengalami berbagai pembangunan signifikan, seperti kantor desa, sekolah, koperasi, dan infrastruktur jalan. Pada akhir tahun 1984, Desa Canggu telah mencapai tingkat perkembangan Desa Swakarya.

Berikut lini masa periode pemerintahan dan pembangunan Desa Canggu.
1958-1974: Pemerintahan I Nyoman Pegig, berhasil membangun kantor desa dan menjaga stabilitas selama peristiwa G30S/PKI.

1974-1984: Pemerintahan I Wayan Jegriyasa, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan mencapai tingkat perkembangan Desa Swakarya.

1984-1992: Pemerintahan Nyoman Kurdana, meningkatkan pembangunan infrastruktur dan memperoleh penghargaan dalam lomba desa.

1992-2001: Pemerintahan I Nengah Sudarsana dan I Putu Eka Merthawan, peningkatan signifikan dalam pembangunan.

2001-sekarang: Berbagai kepala desa memimpin Desa Canggu hingga saat ini, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian budaya.


Kepemimpinan dan Pembangunan Desa Canggu

Desa Canggu terus mengalami pembangunan yang signifikan selama berbagai periode kepemimpinan. Perkembangan terlihat dari pembangunan infrastruktur hingga pencapaian prestasi dalam lomba desa. Desa Canggu terus berkembang menuju tingkat kemandirian dan kemajuan yang lebih baik.


Desa Adat Canggu

Selain struktur pemerintahan desa, Desa Canggu juga memiliki desa adat yang dipimpin oleh beberapa tokoh. Desa adat ini memegang peranan penting dalam menjaga dan melestarikan budaya serta tradisi masyarakat Desa Canggu.


Sejarah Desa Canggu yang terkait dengan legenda asal usul nama serta perkembangan dan pembangunan desa menjadi cerminan dari perjalanan dan evolusi masyarakat di wilayah tersebut. Dari masa lalu hingga saat ini, Desa Canggu terus bertransformasi dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakatnya.


Artikel ini ditulis oleh Rusmasiela Mewipiana Presilla, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads