Video penari joged bumbung erotis viral di media sosial (medsos) belum lama ini. Video itu menampilkan penari joged bumbung menari di atas paha laki-laki sembari menggoyangkan pinggang hingga bagian pahanya. Bahkan terlihat ada yang sembari memegang alat vital pria.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Bali I Gede Arya Sugiartha telah menganalisis munculnya fenomena tarian joged bumbung erotis itu. Baginya, munculnya tarian joged bumbung erotis tidak terlepas dari perkembangan tata garapan.
"Itu sebenarnya tahun 2000 itu kan sudah mulai ada perkembangan tata garap daripada kesenian joged (bumbung)," kata Sugiarta saat ditemui detikBali di ruang kerjanya, Kamis (28/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkembangan tata garap kesenian joged bumbung berawal dari musiknya. Musik kesenian joged bumbung telah menggabungkan unsur-unsur lain, seperti menggunakan kendang Sunda hingga memakai drum set. Bahkan ada yang menggunakan jimbe, alat musik yang berasal dari Afrika.
"Ide brilian sebenarnya bahwa kita terbuka untuk berkolaborasi. Sehingga dia hentakannya itu lebih bagus," ujar mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu.
Perkembangan tata garap musik kesenian joged bumbung kemudian diikuti oleh penarinya. Pakaian yang digunakan oleh penari tetap sama, hanya saja mereka berinovasi dalam seni gerak tubuh. Salah satunya gerakan jaipongan.
"Belajar dia dengan (gerakan) jaipongan. Kan cocok. karena dia (musiknya) kendang Sunda, ada (gerakan) jaipongan," terang Sugiartha.
Gerakan tarian joged bumbung kemudian berlanjut mengadopsi tren di masyarakat. Pada 2000-an, ada tren goyang ngebor yang dipopulerkan oleh penyanyi dangdut Inul Daratista. Ada pula goyang Pantura yang populer di sepanjang pantai utara Jawa.
"Saya kira itu juga yang dijadikan model untuk mengimbangi musikalitas yang semakin dinamis dengan hentakan hentakannya sehingga jadilah (gerakan erotis) seperti itu," tutur Sugiartha.
Akhirnya sekitar 2010 sudah ada muncul video compact disc (VCD) dengan joged bumbung goyang maut. Isinya adalah video tarian joged bumbung yang bergoyang memutar atau istilahnya goyang ngebor.
"Dulu nggak ada goyang joged (bumbung) seperti itu. Ya mungkin saja sebagian masyarakat senang, jadilah semakin hebat dia ngebornya semakin banyak lah dia ditanggap. Ini analisa saya," ujarnya.
Penari joged (bumbung) dengan goyang ngebor kemudian semakin laris di masyarakat. Situasi itu juga membuat penari joged bumbung yang bergoyang semakin banyak mendapatkan orderan. Penari joged bumbung lain akhirnya turut ikut melakukan hal yang sama.
Beranjak ke 2016 sudah mulai ada istilah saweran dalam pertunjukan tarian joged bumbung. Budaya saweran ini datang dari Jawa dalam pertunjukan tarian jaipongan, ledek, dan sebagainya. "Itu yang semakin juga semakin berkembang," ucapnya.
Kemunculan tarian joged bumbung dengan goyang ngebor hingga mengarah ke erotis kemudian didukung dengan hadirnya medsos. Tarian joged bumbung yang mengarah ke erotis diunggah atau dijadikan konten. "Ini kan jadi simbiosis mutualisme jadinya ini," jelas Sugiartha.
Sugiartha mengungkapkan fenomena tarian joged bumbung erotis semakin sulit diberantas karena berurusan dengan isi perut. Sebab, penari joged bumbung kini sudah profesional, bahkan ada yang menjadikan sebagai penghasilan utama.
Situasi ini tentu berbeda dengan zaman dahulu saat penari joged bumbung masih sebagai ajang aktualisasi diri. "Sekarang sudah jadi sumber penghidupan. Artinya semakin susah untuk diberantas karena sudah mulai mengarah ke isi perut," jelasnya.
"Sekarang kan sudah mulai penari joged (bumbung) itu profesional. Dia tidak ikut di satu grup. Dia sendiri sudah. Jadi grup mana saja bisa mengajak dia menari," ungkap Sugiartha.
(hsa/gsp)