Hari Raya Galungan dan Kuningan: Makna hingga Tradisi Pelaksanaanya di Bali

Hari Raya Galungan dan Kuningan: Makna hingga Tradisi Pelaksanaanya di Bali

Ni Made Maheswari Anindya Putri - detikBali
Minggu, 18 Feb 2024 02:30 WIB
Sejumlah perempuan Bali mengusung Gebogan atau sesajen berisi buah, kue, bunga dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan di Desa Lukluk, Badung, Bali, Rabu (19/2/2020). Tradisi parade sesajen tersebut dilakukan menjelang persembahyangan bersama di Pura Dalem dalam merayakan hari kemenangan
Ilustrasi Hari Raya Galungan (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Denpasar -

Hari Raya Galungan jatuh setiap 210 hari atau enam bulan tepatnya pada Rabu atau Buda Kliwon Dungulan. Galungan kerap dikaitkan sebagai hari peringatan kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kebatilan).

Sedangkan, Hari Raya Kuningan jatuh pada Sabtu Kliwon Wuku Kuningan atau setiap 210 hari sekali. Kuningan jatuh sepuluh hari setelah Hari Raya Galungan.

Umat Hindu di Bali biasanya merayakan Galungan dengan semarak. Rumah-rumah mereka akan dihiasi penjor. Tentu saja, mereka juga melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Galungan dan Kuningan merupakan hari raya yang saling berkaitan. Simak sejarah, makna, hingga tradisi dari Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali.

Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan


Hari Raya Galungan

Melansir laman Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat (PHDI), Hari Raya Galungan dimaknai dengan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan). Hari raya ini kerap dikaitkan dengan kisah peperangan antara Bhatara Indah dengan Mayadenawa.

ADVERTISEMENT

Bhatara Indah melambangkan dharma dan Mayanadewa melambangkan adharma. Peperangan ini dimenangkan oleh Bhatara Indah.

Pada saat Budha Kliwon Wuku Dungulan, umat Hindu menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa atas segala ciptaannya di dunia ini. Secara rohani, manusia mengendalikan hawa nafsu yang mengganggu ketentraman batin. Hawa nafsu tersebut dikenal dengan nama Kalatiga, yakni:

1. Kala Amangkurat: Nafsu yang selalu ingin berkuasa. Nafsu serakah untuk mempertahankan kekuasaan yang sekalipun menyimpang dari kebenaran.

2. Kala Dungulan: Nafsu untuk mengalahkan semua yang dikuasai oleh kerabat atau orang lain.

3. Kala Galungan: Nafsu untuk menang dengan berbagai cara yang tidak sesuai dengan etika agama.

Musuh-musuh yang ada pada diri manusia yang harus terlebih dahulu dikalahkan, yakni kenafsuan (kama), kemarahan (kroda), keserakahan (mada), iri hati (irsya) atau semua yang tergolong dalam sad ripu atau sapta timira. Dalam menyambut Hari Raya Galungan, Umat Hindu hendaknya dapat mengendalikan nafsu-nafsu tersebut.

Hari Raya Kuningan

Sedangkan Hari Raya Kuningan dimaknai dengan Hari Payogan Hyang Widhi turun ke bumi dengan diiringi oleh para dewa dan pitara pitari hingga sampai tengah hari saja. Energi alam semesta yang diberikan Ida Sang Hyang Widhi Wasa bangkit dari pagi hingga mencapai klimaksnya, yakni pukul 12.00 siang.

Pada hari ini, umat Hindu menghaturkan bakti dan memohon kesentosaan, keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir batin. Diharapkan juga, pada Hari Raya Kuningan Umat Hindu dapat memperoleh pengetahuan dharma.

Tradisi Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali

- Mapeed

Tradisi Mapeed dilakukan dengan membawa keben bambu atau sesajen saat hendak bersembahyang di pura yang terdapat di desa masing-masing. Sesajen yang disiapkan biasanya berupa buah, jajanan, canang, hingga hiasan janur.

- Ngejot

Umat Hindu melaksanakan tradisi ngejot atau berbagai makanan kepada sesama umat Hindu maupun non-Hindu. Makanan yang dibagikan merupakan hasil dari sesajen yang dihaturkan setelah bersembahyang.

- Pemasangan Penjor

Hari Raya Galungan dan Kuningan identik dengan penjor. Penjor sendiri bermakna kemenangan dan kemakmuran serta wujud rasa syukur kepada Ida bhatara. Penjor merupakan sebatang bambu dengan ujung melengkung yang dihiasi dengan daun kelapa (janur) dan dilengkapi dengan berbagai hasil pertanian.

- Ngelawang Barong

Tradisi ini dilakukan di beberapa desa di Bali dengan mengarak barong bangkal memasuki pintu rumah warga, banjar, atau desa.

- Ngelawar Saat Galungan

Tradisi ngelawar bermakna sebagai kedekatan, kebersamaan dan kesetaraan. Lawar merupakan makanan khas Galungan yang terbuat dari sayuran dan daging serta kulit hewan yang direbus dan diberi bumbu. Biasanya, lawar dilengkapi dengan aneka sate, balung, dan daging lainnya.

- Nasi Sodan Tradisi Kuningan

Saat Hari Raya Kuningan, Umat Hindu menghaturkan sesajen berupa nasi sodan berwarna kuning yang dibentuk sedemikian rupa. Dalam menghaturkan sesajen ini, diharapkan pertemuan antara Purusa dan Pradana terjadi kehidupan baru.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads