Rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan: Dari Tumpek Wariga hingga Pegatwakan

Rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan: Dari Tumpek Wariga hingga Pegatwakan

Ni Luh Made Yari Purwani Sasih - detikBali
Jumat, 14 Jul 2023 05:20 WIB
Umat Hindu membawa sesajen saat persembahyangan Hari Raya Galungan di tengah situasi aktifitas Gunung Agung pada level siaga di Pura Besakih, Karangasem, Bali, Rabu (1/11). Sebagian warga Besakih masih berada di pengungsian bersama warga dari lima desa lainnya karena masuk kawasan rawan bencana di radius 7,5km namun kawasan Pura Besakih telah dinyatakan aman setelah status gunung tersebut diturunkan dari awas ke siaga. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/pras/17.
Ilustrasi - Rangkaian pelaksanaan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali, mulai dari Tumpek Wariga hingga hari pegatwakan. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Denpasar -

Hari Raya Galungan jatuh setiap 210 hari atau enam bulan menurut perhitungan kalender Bali, tepatnya pada Rabu atau Buda Kliwon Dungulan. Galungan kerap dikaitkan sebagai hari peringatan kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kebatilan).

Sebagai bentuk ungkapan syukur, umat Hindu di Bali biasanya merayakan Galungan dengan semarak. Rumah-rumah mereka akan dihiasi penjor. Selain itu, mereka juga melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya.

Rangkaian Hari Raya Galungan

Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, berikut adalah beberapa rangkaian pelaksanaan Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Tumpek Wariga

Tumpek wariga merupakan rangkaian awal yang dilakukan sebelum Hari Raya Galungan. Tumpek Wariga jatuh pada 25 hari sebelum Galungan, tepatnya pada Sabtu atau Saniscara Kliwon Wuku Wariga. Tumpek Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpek Pengarah.

Saat Tumpek Wariga, Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan. Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalah dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa Bubuh (bubur) disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh, dan diisi sasat.

ADVERTISEMENT

Pemilik pohon akan menggetok atau mengelus batang pohon sambil berucap doa atau harapan agar nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah atau menghasilkan. Sehingga, dapat digunakan ketika upacara Hari Raya Galungan.

2. Sugihan Jawa

Sugihan Jawa berasal dari dua kata, yakni Sugi yang berarti bersih atau suci dan Jawa berasal dari kata jaba yang artinya luar. Jadi, Sugihan Jawa bermakna hari pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung). Sugihan Jawa jatuh setiap hari Kamis atau Wraspati Wage wuku Sungsang.

Saat hari Sugihan Jawa, umat Hindu melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon. Upacara Ngerebon dilaksanakan dengan tujuan untuk menetralisir segala sesuatu yang negatif yang berada pada Bhuana Agung disimbolkan dengan pembersihan Merajan dan Rumah.

Pada upacara Ngerebon di lingkungan Merajan Gede, Panti, Dadya, hingga Pura Kahyangan Tiga/Kahyangan Desa akan diikuti dengan menghaturkan banten semampunya.

3. Sugihan Bali

Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang yang merupakan hari penyucian/pembersihan diri. Sugihan Bali dimaknakan sebagai hari penyucian Bhuana Alit.

Tata cara pelaksanaannya adalah dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin dekat.

4. Hari Penyekeban

Hari Penyekeban merupakan rangkaian Hari Raya Galungan yang jatuh setiap Minggu Pahing wuku Dungulan. Hari Penyekeban memiliki makna filosofis, yaitu "nyekeb indriya" yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama.

5. Hari Penyajan

Penyajan sendiri berasal dari kata 'saja' dalam bahasa Bali yang berarti 'benar' atau 'serius'. Hari Penyajian jatuh setiap Senin Pon wuku Dungulan.

Hari Penyajan dimaknakan sebagai waktu untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan mendatang. Menurut kepercayaan, pada hari Penyajan umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan. Godaan tersebut untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat menuju Galungan.

6. Hari Penampahan

Hari Penampahan jatuh pada satu hari sebelum Galungan tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Pada Hari Penampahan ini, umat Hindu akan disibukkan dengan pembuatan penjor dan penyembelihan babi.

Penjor merupakan bentuk ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah yang diterima selama ini. Penjor dibuat dari batang bambu melengkung yang diisi hiasan sedemikian rupa.

Pada Hari Penampahan umat Hindu juga akan menyembelih babi yang dagingnya digunakan sebagai pelengkap upacara yang memiliki makna simbolis membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.

Selain itu, pada hari Penampahan diyakini bahwa para leluhur akan mendatangi sanak keturunannya yang ada di dunia. Sehingga, masyarakat juga membuat suguhan khusus yang yang ditujukkan kepada leluhur yang "menyinggahi" mereka di rumahnya masing-masing.

7. Hari Raya Galungan

Hari Raya Galungan jatuh pada Saniscara Pon Wuku Dungulan. Pada Hari Raya Galungan, seluruh umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan di Merajan, Panti, dan Pura.

Bagi umat yang memiliki anggota keluarga yang masih berstatus makingsan ring pertiwi (mapendem/dikubur), maka umat tersebut wajib untuk membawakan banten ke kuburan. Tradisi itu dikenal dengan istilah mamunjung ka setra.

8. Hari Umanis Galungan

Hari Umanis Galungan jatuh pada hari Kamis atau Wraspati Umanis wuku Dungulan. Pada hari ini, umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara.

Sementara itu, anak-anak akan melakukan tradisi Ngelawang. Ngelawang merupakan tradisi yang dilakukan anak-anak dengan menari barong disertai disertai gamelan. Tradisi Ngelawang dipercaya dapat mengusir segala aura negatif dan mendatangkan aura positif.

9. Hari Pemaridan Guru

Hari Pemaridan Guru dilaksanakan pada pada Sabtu Pon wuku Galungan. Pemaridan Guru berasal dari kata 'Memarid' yang artinya dengan 'ngelungsur' atau 'nyurud' (memohon), sedangkan 'guru' bermakna Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Jadi, Hari Pemaridan Guru ini dimaknai sebagai hari untuk nyurud atau ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Guru.

10. Ulihan

Hari Ulihan dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan. Ulihan memiliki arti 'pulang' atau 'kembali'. Hari Ulihan ini dimaknai sebagai hari kembalinya para dewata-dewati/leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugrah-Nya.

11. Hari Pemacekan Agung

Hari Pemacekan Agung jatuh pada Senin Kliwon wuku Kuningan. Kata 'pemacekan' berakar dari kata 'pacek' yang artinya 'tekek' atau 'tegar'. Sehingga, Hari Pemacekan Agung adalah keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan.

12. Hari Kuningan

Hari Kuninangan jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Kuningan. Warna kuning yang identik dengan hari raya Kuningan memiliki makna kebahagiaan, keberhasilan, dan kesejahteraan.

Pada Hari Kuningan, persembahyangan harus sudah selesai sebelum pukul 12.00 atau tengai tepet. Umat Hindu meyakini bahwa persembahan dan persembahyangan yang dilakukan di luar waktu itu hanya akan diterima Bhuta Kala karena para Dewata telah kembali ke Kahyangan.

Umat Hindu di Bali merayakan Kuningan dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong. Tamiang yang menyerupai cakra merupakan simbol senjata Dewa Wisnu. Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa. Sedangkan, endong adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh para Dewata dan Leluhur katika berperang melawan adharma.

13. Hari Pegatwakan

Pegatwakan jatuh pada Rabu Kliwon wuku Pahang, yaitu satu bulan setelah galungan. Hari pegatwakan ini adalah rangkaian terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan.

Pada hari pegatwakan ini, umat Hindu akan melakukan persembahyangan dan mencabut penjor yang telah dipasang sejak hari penampahan Galungan. Setelah dicabut, penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads