Dua warisan budaya Kota Denpasar ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) secara nasional pada 2023. Dua warisan budaya tersebut, yakni gaya lukisan I Gusti Made Deblog dan Tari Baris Kekupu Banjar Lebah Denpasar.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Raka Purwantara mengatakan penetapan dua tradisi dan kebudayaan asli Denpasar ini sebagai WBTB Indonesia 2023 merupakan angin segar bagi inventarisasi dan pelestarian seni dan budaya. Kini, total warisan budaya asli Kota Denpasar menjadi 13 sejak 2018-2023.
"Usulan ini merupakan salah satu upaya melindungi seni, budaya, warisan budaya dan tradisi di Denpasar agar tidak di klaim negara lain," papar Purwantara dalam siaran pers, Minggu (3/9/2023)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah ditetapkan menjadi WBTB Indonesia 2023, kedua WBTB asal Denpasar ini akan terus dikawal hingga menjadi WBTB di tingkat Internasional yang ditetapkan oleh UNESCO.
Tim Cagar Budaya Kota Denpasar Dewa Gede Puwita menyebut karya 'Langgam' lukisan I Gusti Made Deblog yang khas dengan langgam realis-naturalistik adalah temuan baru dalam lintasan sejarah seni rupa Bali. Karya 'Langgam' ditemukan pada rentang waktu dekade 1930 dan populer pada masa setelahnya.
Temuan gaya lukisan ini oleh I Gusti Made Deblog didapatkan dengan memadukan teknik melukis realis dari gurunya yang bernama Yap Sin Tin. Yap Sin Tin adalah seorang pelukis wajah dengan kekuatannya mengolah tinta China/tinta bak sekaligus sebagai seorang tabib yang berasal dari Taiwan dan tinggal di Denpasar.
Teknik tersebut oleh I Gusti Made Deblog dipadukan dengan bahasa rupa ilustratif, naratif dan figuratif dari epos Ramayana dan Bharatayudha dalam naskah kakawin, dan cerita geguritan yang tertulis pada lontar maupun cerita lakon wayang kulit Bali.
Sedangkan karya budaya kedua, yakni Tari Baris Kekupu yang diciptakan oleh I Nyoman Kaler (alm) dibantu oleh I Wayan Rindi (alm) pada 1930-an yang diiringi dengan gamelan Gong Kebyar.
Semula ditarikan oleh empat orang penari, seperti Ni Luh Cawan (alm), Sadri (alm), I Wayan Rindi (alm), Ida Bagus Pidada (alm). Baris Kekupu awalnya ditarikan bukan sebagai kesenian sakral, hal ini sesuai dengan catatan Beryl de Zoete dan Walter Spies (1938) dalam bukunya berjudul Dance and Drama in Bali.
Dalam buku itu menyebutkan Tari Baris Kekupu sebagai tari dekoratif. Kemudian pada 1961 dengan penari generasi kedua seperti Ni Ketut Alit Arini, Nyenyep, Merti, dan Roni ditarikan untuk upacara pitra yadnya (mamukur), berdasarkan atas permintaan Griya Tegal Jingga Sumerta.
"Setelah itu hingga saat ini Baris Kekupu sering dipentaskan ketika ada upacara memukur di Griya Tagal Jingga. Setiap enam bulan sekali dipentaskan rutin ketika Upacara Piodalan di Pura Balai Banjar Lebah pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Wariga (Tumpek Uduh/Tumpek Wariga/Tumpek Bubuh)," pungkasnya.
(nor/iws)