Umat Hindu di Bali sebentar lagi akan merayakan Hari Raya Galungan yang jatuh pada Rabu, 7 Juni 2022. Sebelum Galungan tiba, ada beberapa rangkaian yang mendahului pelaksanaan hari kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kebatilan) itu, diantaranya Sugihan Jawa dan Sugihan Bali.
Lantas, apa perbedaan pelaksanaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali?
Sugihan Jawa
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun ini, Sugihan Jawa dilaksanakan pada Kamis, 2 Juni 2022. Jika mengacu pada kalender Bali, rahina Sugihan Jawa datang setiap 210 hari sekali, yaitu pada Kamis atau Wraspati Wage Wuku Sungsang. Secara singkat, pelaksanaan Sugihan Jawa diperingati enam hari sebelum hari raya Galungan.
Bagi umat Hindu di Bali, Sugihan Jawa dimaknai sebagai hari penyucian terhadap bhuana agung (makrokosmos) secara sekala maupun niskala. Secara sekala, penyucian ditandai dengan pembersihan halaman pura, halaman paibon, bangunan-bangunan suci, hingga alat-alat upakara yang dianggap kotor. Sedangkan secara niskala, penyucian dilakukan melalui persembahan (menghaturkan) sesajen pangresikan pada tempat, pralingga, maupun pratima.
Menurut buku Hari Raya Galungan yang ditulis oleh Dra Ni Made Sri Arwati (1992), saat Sugihan Jawa juga dilaksanakan pamretistan ring Bhatara Kabeh, yakni upacara mererebu di pemrajan atau sanggah. Adapun upacara mererebu ini dilengkapo upakara pengeresikan dengan sarana bunga yang harum untuk mensthanakan para Dewa dan Pitara.
Dijelaskan, upakara parerebuan diusahakan menggunakan guling itik yang dimulai. Prosesi parerebuan dimulai dari bangunan suci paling utama, misalnya Padmasana, Kemulan, Meru, Gedong, Taksu, hingga terakhir dilebar di jaba (halaman terluar) dilengkapi dengan segehan dan tetabuhan arak-berem,
Setelah itu selesai, barulah dilaksanakan persembahyangan dan matirtha sebagaimana biasanya. Dengan berakhirnya nunas tirtha itu, maka berahir pula pelaksanaan Sugihan Jawa.
Sugihan Bali
Sementara itu, Sugihan Bali dilaksanakan sehari setelah Sugihan Jawa. Sugihan Bali datang setiap enam bulan atau 210 hari sekali, tepatnya pada Jumat atau Sukra Kliwon Wuku Sungsang. Sugihan Bali bermakna hari penyucian terhadap diri sendiri atau bhuana alit.
Menurut buku Hari Raya Galungan yang ditulis oleh Dra Ni Made Sri Arwati (1992), upacara saat pelaksanaan Sugihan Bali secara khusus tidak ada. Namun demikian, biasanya dilaksanakan mohon tirtha pengelukatan kepada Sang Sadaka atau Sulinggih. Termasuk juga melakukan persembahyangan sebagaimana dilakukan saat hari-hari Kliwon lainnya.
Dijelaskan, pelaksanaan Sugihan Jawa maupun Sugihan Bali dapat dilakukan sesuai desa, kala, patra (tempat, waktu, keadaan). Oleh karena itulah, pelaksanaan Sugihan Jawa maupun Sugihan Bali oleh umat Hindu di Bali bisa saja memiliki tradisi yang berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya.
(iws/iws)