Bukan Ogoh-ogoh, Desa Adat Kediri Sambut Nyepi dengan Tektekan

Tabanan

Bukan Ogoh-ogoh, Desa Adat Kediri Sambut Nyepi dengan Tektekan

Chairul Amri Simabur - detikBali
Jumat, 17 Mar 2023 06:50 WIB
Warga Banjar Adat Jagasatru menggelar tradisi Tektekan pada Rabu (15/3/2023) malam.
Warga Banjar Adat Jagasatru menggelar tradisi Tektekan pada Rabu (15/3/2023) malam. Foto: Chairul Amri Simabur/detikBali
Tabanan -

Desa Adat Kediri, Kabupaten Tabanan, memiliki tradisi berbeda dengan desa adat lain di Bali dalam menyambut hari suci Nyepi. Desa adat di Kecamatan Kediri ini tidak membuat atau mengarak ogoh-ogoh, namun melaksanakan tradisi Tektekan untuk nangluk merana atau menangkal petaka.

Seperti pada Rabu (15/3/2023) malam, Banjar Adat Jagatsatru dan lima banjar adat serta dua banjar dinas lainnya menggelar tradisi Tektekan. "Tradisi ini bertujuan nangluk merana atau menangkal wabah, petaka, atau menetralisir energi negatif di lingkungan desa adat," jelas Bendesa Adat Kediri Ida Bagus Ketut Arsana (61), Kamis (16/3/2023).

Sesuai fungsinya, tradisi ini hanya dilaksanakan bila terjadi wabah atau petaka yang melanda wilayah desa. Artinya, waktu pelaksanaan tidak pernah menentu. "Ini didasarkan pada pawisik (wahyu) yang diperoleh tokoh masyarakat desa adat saat melakukan persembahyangan di pura puseh dan desa," tuturnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pawisik itu, sambungnya, masyarakat Desa Adat Kediri diminta membuat bunyi-bunyian. "Dengan menggunakan alat-alat yang menimbulkan bunyi-bunyian," ungkap Ida Bagus Ketut Arsana.

Sejak itu, warga membunyikan berbagai peralatan atau perkakas rumah tangga. Dalam perkembangannya, Tektekan kemudian memanfaatkan okokan yang bentuknya sama seperti klonongan sapi ukuran besar.

ADVERTISEMENT
Okokan,salah satu alat musik atau sumber bunyi-bunyian yang dipakai dalam tradisi Tektekan.Okokan,salah satu alat musik atau sumber bunyi-bunyian yang dipakai dalam tradisi Tektekan. Foto: Chairul Amri Simabur/detikBali

Ada juga yang menggunakan potongan besi, ngiu atau tampah, hingga gendang atau cengceng (simbal). Perpaduan dari semua alat itu melahirkan bunyi-bunyian ritmik dengan pola yang sama dan terkadang ditabuh dengan tempo berbeda.

Meski demikian, kapan pastinya tradisi ini mulai dilakukan masyarakat Desa Adat Kediri, sama sekali tidak bisa dipastikan. Sebab tidak ada sumber tertulis yang menjelaskan kapan awal mula tradisi ini dimulai.

"Tidak tertulis dalam sastra. Ini tradisi yang diwariskan secara turun-temurun," sebutnya.

Menjelang Nyepi Tahun Saka 1945 di 2023, tradisi Tektekan kembali digelar setelah vakum selama dua tahun akibat pandemi COVID-19. Dengan dilaksanakannya tradisi ini, diharapkan dampak pandemi secara niskala benar-benar sirna.

Tradisi ini akan berlangsung sampai Jumat (17/3/2023). Pada 21 Maret 2023 mendatang atau pada saat hari Pengerupukan, tradisi ini akan digelar dalam bentuk parade sebagai bentuk pelestarian tradisi desa adat setempat.




(irb/efr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads