Batu Nikeh, Sisi Unik Pura Suranadi di Dekat Terasering Jatiluwih

Batu Nikeh, Sisi Unik Pura Suranadi di Dekat Terasering Jatiluwih

Chairul Amri Simabur - detikBali
Minggu, 02 Okt 2022 23:01 WIB
Tabanan -

Selain keindahan sawah teraseringnya, kawasan Jatiluwih di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali juga memiliki sejumlah tempat spiritual nan unik. Seperti Batu Nikeh yang ada di area Pura Suranadi di Banjar Gunung Sari Umakayu.

Batu Nikeh merupakan hamparan bebatuan yang sambung-menyambung yang panjangnya diperkirakan mencapai satu setengah kilometer. Lantaran itu, hamparan batu ini dinamakan nikeh atau seperti tikeh yang berarti tikar.

"Karena tidak ada putusnya. Makanya dinamakan nikeh. Seperti tikeh atau tikar," jelas Pamangku Pura Suranadi, I Gede Putu Astika (45), Minggu (2/10/2022).

Ujung atas dari Batu Nikeh berada di lereng Gunung Pucak Melangki yang berada di antara Gunung Batukaru dan Gunung Pucak Bukit Puun. Gede Putu Astika yang akrab disapa Guru Bayu menyebutkan, di musim hujan, Batu Nikeh akan menjadi aliran air permukaan yang datangnya dari Danau Tamblingan.

"Karena di balik Gunung Pucak Melangki sudah Danau Tamblingan. Kalau lagi hujan, Batu Nikeh ini menjadi aliran air permukaan menuju air terjun dan sungai atau Tukad Yeh Ho. Airnya ini akan sampai ke Tabanan," ujarnya.

Namun, bila musim kering, Batu Nikeh akan terlihat putih. Namun diperkirakan di bawah Batu Nikeh ada aliran air bawah tanah yang ujungnya sampai pada klebutan atau mata air Suranadi.

Mata air itu ada di hulu dari air terjun dan aliran Tukad Yeh Ho. Aliran airnya juga menjadi sumber utama pengairan di areal persawahan pada Subak Umakayu. Subak ini ada di timur Subak Jatiluwih dan luasnya sekitar 36 hektar.

"Karena masih berada dalam satu area, Batu Nikeh erat kaitannya dengan Pura Suranadi. Air yang mengalir juga menjadi sumber pengairan sawah di Subak Umakayu," imbuh Guru Bayu.

Menurutnya, bila dilihat sepintas, permukaan Batu Nikeh berwujud seperti lelehan lahar yang membeku. Namun kepastian bahwa Batu Nikeh merupakan bekas lahar gunung belum bisa dipastikan secara ilmiah.

"Karena sejauh ini belum ada penelitiannya. Kalau dilihat sepintas, permukaannya memang seperti lahar gunung. Mungkin karena letaknya yang ada di kaki gunung," jelasnya.

Pura Suranadi Diyakini Tempat Pemujaan Dewa Wisnu

Keberadaan Batu Nikeh erat kaitannya dengan Pura Suranadi yang diyakini menjadi tempat pemujaan Dewa Wisnu. Dalam keyakinan umat Hindu di Bali, Dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara sekaligus dewa air.

Guru Bayu menyebutkan, Pura Suranadi ada di sisi kanan hamparan Batu Nikeh. Untuk menjangkaunya memang agak sulit karena belum ada jalan permanen.

Dari pantauan detikBali, akses utama menuju pura tersebut hanya semak belukar yang dimulai dari Pura Kelebutan Suranadi yang ada di sisi kanan ujung Batu Nikeh paling bawah.

Suasana Pura Suranadi di sisi kanan Batu Nikeh dengan suasana yang masih alami.Suasana Pura Suranadi di sisi kanan Batu Nikeh dengan suasana yang masih alami. Foto: Chairul Amri Simabur

Dari pura tersebut, berjalan ke atas sekitar 15 meter akan dijumpai Pura Subak. Selanjutnya, sekitar 15 meter ke atas barulah posisi Pura Suranadi.

Jangan dibayangkan Pura Suranadi akan dikelilingi pagar berhias ornamen khas Bali. Pura di sisi kanan Batu Nikeh itu hanya terdiri dari satu bebaturan (pusat utama pura), satu palinggih (atau tempat pemujaan), dan dua palinggih beton.

"Sejarah keberadaannya juga tidak kami ketahui. Karena tidak ada dokumen tertulis seperti lontar atau prasasti. Kami sebagai pangempon (pengurus) hanya nami (mewarisi) dari para leluhur kami," jelas Guru Bayu.

Ia menuturkan, jumlah pangempon Pura Suranadi juga tidak terlalu banyak. Hanya terdiri dari 15 KK atau kepala keluarga.

Menariknya, piodalan atau hari pelaksanaan upacara di pura tersebut juga unik. Tidak seperti pura pada umumnya yang pelaksanaan piodalannya oleh para pangempon berlangsung dalam satu waktu tertentu.

Menurut Guru Bayu, waktu pelaksanaan piodalan antara satu pangempon dengan pangempon lainnya bisa berbeda.

"Tidak berbarengan seperti pura pada umumnya. Antara pangempon yang satu dengan yang lain bisa berbeda waktunya," ungkapnya.

Meski pangempon pura tersebut hanya 15 KK, tidak sedikit juga warga dari luar melakukan persembahyangan di Pura Suranadi. Terutama mereka yang memiliki keinginan untuk sembuh karena mengalami penyakit tertentu.

"Mungkin ada di antara mereka yang sembuh, kemudian membangun palinggih di sekitar pura tersebut. Karena pusat utama pura itu hanya satu yakni bebaturan," jelasnya.

Selain memohon kesembuhan, warga di luar pangempon pura yang datang melakukan persembahyangan di tempat juga bertujuan untuk melukat atau ruwatan.

"Ada juga yang karena akan menjalani prosesi pembersihan secara niskala karena yang bersangkutan akan menjadi pamangku atau pendeta," ungkapnya.

Guru Bayu mengaku tidak mengetahui, dari mana warga di luar pangempon itu mengetahui keberadaan Pura Suranadi. "Kami tidak mengetahui pastinya mereka dapat informasi dari mana," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(nor/nor)

Hide Ads