Sebagian warga di Desa Adat Yeh Gangga, Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan, berprofesi sebagai nelayan. Saat mencari ikan dan mengarungi lautan, para nelayan di Yeh Gangga punya pantangan menangkap penyu. Bahkan, perahu tersentuh penyu saja dianggap pertanda buruk.
"Memang benar tidak boleh menangkap penyu. Kalau jaringnya tidak sengaja tersangkut penyu, harus segera dilepas," jelas Bendesa Adat Yeh Gangga, I Ketut Dolia, Minggu (28/8/2022).
Ia menyebutkan, sebisa mungkin nelayan yang sedang melaut menghindarkan jukung (perahu) atau jaringnya dari penyu. Kalau pun tak sengaja tersentuh penyu, nelayan itu akan melakukan upacara prayascita terhadap perahunya sekembalinya dari melaut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuannya untuk menghapus kesialan sehingga ke depannya bisa memperoleh tangkapan yang lebih banyak lagi," imbuh Dolia.
Para nelayan meyakini, penyu yang tertangkap secara tidak sengaja menjadi pertanda bahwa hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan tidak akan maksimal.
"Penyu itu penyuwud. Artinya sudah tidak ada lagi. Dianggap sial," jelasnya.
Selain itu, pantangan menangkap penyu juga dikaitkan dengan ajaran Hindu di Bali yang meyakini sosok mitologis bernama Benawang Nala. Sosok tersebut digambarkan sebagai penyu raksasa yang menopang seluruh isi dunia di atas tempurungnya.
Menurutnya, berpantang menangkap penyu tidak diatur secara tertulis dalam pararem atau aturan adat. Meski begitu, para nelayan di Yeh Gangga menjaga keyakinan itu secara turun-temurun.
"Tidak ada (pararem). Itu berdasarkan keyakinan dari para orang tua kami. Sehingga upacara prayascita terhadap jukung yang tidak sengaja menangkap penyu itu juga berdasarkan kesadaran sendiri," sebutnya.
(iws/iws)