Kolaborasi Seni Kuntulan-Baleganjur Wujud Toleransi Warga Gilimanuk

Kolaborasi Seni Kuntulan-Baleganjur Wujud Toleransi Warga Gilimanuk

I Ketut Suardika - detikBali
Minggu, 28 Agu 2022 09:56 WIB
Kesenian Hadrah Kuntulan Pojok Pitu Lingkungan Asih, Kelurahan Gilimanuk saat tampil memperingati hari jadi Pojok Pitu ke 13 tahun, Sabtu (27/8/2022)
Kesenian Hadrah Kuntulan Pojok Pitu Lingkungan Asih, Kelurahan Gilimanuk saat tampil memperingati hari jadi Pojok Pitu ke 13 tahun, Sabtu (27/8/2022). Foto: I Ketut Suardika
Jembrana -

Heterogenitas warga di Kelurahan Gilimanuk, Jembrana, Bali, tidak saja terlihat dari banyaknya keyakinan agama dan suku berbeda yang sudah terjalin rukun. Namun juga dari kesenian yang berbeda bisa menjadi sarana untuk menjalin dan memupuk toleransi antar warga.

Seperti yang dilakukan salah satu kelompok warga yang dinamai Sukaduka Pojok Pitu di Lingkungan Asih, RT 07, Kelurahan Gilimanuk, memadukan Seni Hadrah Kuntulan Pojok Pitu dengan Sekaa Baleganjur Gilimurti, Lingkungan Asri Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana.

"Kalau kesenian Kuntulan ini kita bentuk sudah 13 tahun yang lalu, dan sejak tahun 2018 lalu, kita sudah berkolaborasi dengan kesenian baleganjur," kata Ridwan Kasiyanto (40) Koordinator seni Hadrah Kuntulan Pojok Pitu, saat ditemui detikBali dalam acara hari jadi Pojok Pitu ke 13, Sabtu (27/8/2022) malam.

Ridwan menuturkan, bermula dari banyaknya pemuda yang menganggur di lingkungannya, sehingga timbul niat untuk membangkitkan kembali kesenian Hadrah Kuntulan yang sudah lama ada dan hampir punah, khususnya di Lingkungan Asih, Gilimanuk.

"Banyak pemuda yang nganggur, kumpul bareng, minum-minum, kita mengurangi itu, dan kita mengarahkan pemuda ke seni ini," ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, membangkitkan seni Hadrah Kuntulan Pojok Pitu yang dikolaborasi dengan sekaa seni Baleganjur Gilimurti sejak empat tahun terakhir ini, untuk mengedukasi para pemuda dan remaja, bagaimana menjalin kerukunan dan kebersamaan.

"Antara umat Hindu dan muslim tidak ada perbedaan. Ini juga bagian dari edukasi pemuda dan remaja, serta mengantisipasi mereka dari perselisihan yang menimbulkan tawuran, perkelahian atau kegiatan negatif lainnya. Jadi kita ajak mereka untuk membangkitkan kesenian ini," kata Ridwan.

Sejalan dengan I Gede Sukadana (20), Koordinator Sekaa Baleganjur Gilimurti, Lingkungan Asri Gilimanuk mengatakan, kolaborasi ini merupakan bentuk dari implementasi karya seni yang ada di dalam diri untuk memajukan bangsa Indonesia menjadi satu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lewat kesenian ini kita bisa menjadi satu, saling menghargai," ucapnya.

Penampilan kolaborasi kesenian Kuntulan Pojok Pitu dengan Baleganjur Gilimurti, Kelurahan Gilimanuk pada ajang pawai budaya memperingati HUT RI ke 77 dan HUT kota Negara, Kamis (18/8/2022) lalu.Penampilan kolaborasi kesenian Kuntulan Pojok Pitu dengan Baleganjur Gilimurti, Kelurahan Gilimanuk pada ajang pawai budaya memperingati HUT RI ke 77 dan HUT kota Negara, Kamis (18/8/2022) lalu. Foto: I Ketut Suardika



Ditemui detikBali di lokasi, Lurah Gilimanuk Ida Bagus Tony Wirahadikusuma mengatakan, kolaborasi kesenian ini, bentuk dari kerukunan warga yang sudah terjalin sejak lama di Kelurahan Gilimanuk.

ADVERTISEMENT

"Kolaborasi kesenian ini, wujud dari kerukunan di Kabupaten Jembrana, khususnya warga Gilimanuk," kata Lurah Gilimanuk.

Menurutnya, kesenian kuntulan dan baleganjur termasuk salah satu untuk melestarikan seni budaya. Di mana saat ini zaman medsos, khususnya generasi muda, mereka lebih banyak bermain media sosial. Jadi kesenian seperti ini terkadang ditinggalkan.

"Selain menjadi menjalin kerukunan antar umat, kami juga selalu memberikan pembinaan kepada kelompok kelompok khususnya kuntulan dan baleganjur agar nantinya tetap dilestarikan, sehingga tidak punah," tukasnya.

Untuk diketahui, kolaborasi dua kesenian yang melibatkan puluhan pemuda dan remaja ini mampu memukau ribuan penonton saat mereka tampil dalam ajang pawai budaya HUT RI ke 77 dan HUT Kota Negara ke 127 beberapa waktu lalu. Kelurahan Gilimanuk, Tari Kuntulan biasanya tampil pada waktu hajatan warga seperti pernikahan dan khitanan.

Para penari yang sebagian besar anak anak remaja ini, menampilkan berbagai macam tari dengan cara berpakaian atau busananya yang santun. Seperti memakai kerudung dan sarung tangan, hingga memakai kaos kaki yang menutupi seluruh pada tubuh, sehingga sangat kental sekali dengan ajaran agama.




(nor/nor)

Hide Ads