Sejarah Pura Batu Kursi Buleleng, Kawasan Suci dan Keramat

Sejarah Pura Batu Kursi Buleleng, Kawasan Suci dan Keramat

tim detikBali - detikBali
Minggu, 26 Jun 2022 20:58 WIB
Pemandangan Bukit Batu Kursi di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.
Pemandangan Bukit Batu Kursi dan Pura Batu Kursi di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Foto: Istimewa
Buleleng -

Pura Batu Kursi di Desa Pemuteran, Buleleng, Bali, merupakan kawasan suci yang dikeramatkan masyarakat, dan bersejarah sebelum akhirnya dipercaya sebagai tempat memohon jabatan. Pura Batu Kursi semakin terkenal dan dikunjungi banyak orang usai sesepuh Puri Pemecutan mendapatkan pawisik untuk datang ke sana.

Diceritakan Jro Bendesa Pemuteran I Ketut Wirdika, sebelum dinamakan Pura Batu Kursi, batu yang ada di sini disebut sebagai Batu Negok. Kawasan ini dikenal angker. Bahkan para peternak pun tidak ada yang berani mengambil rumput di kawasan itu. Sebab ketika ada yang mengambil rumput ataupun kayu bakar di sana, pasti akan mengalami permasalahan seperti sakit maupun yang lainnya.

Singkat cerita, pada tahun 1984 ada seorang penekun spiritual, yakni sesepuh dari Puri Pemecutan mendapat wangsit atau pawisik. Ia mendapat pawisik bahwa di sebelah barat daya dari Pura Pemuteran, sekitar 800 meter terdapat batu yang bernama Batu Mekorsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beliau pun saat itu ditemani beberapa pemuka agama Hindu di Desa Pemuteran, yakni Jro Gede Nurjaran, Jro Mangku Putu Surata, dan Jero Gadean naik ke atas bukit," kata Jro Bendesa Pemuteran, I Ketut Wirdika.

Selama perjalanan menuju lokasi sempat ada hambatan, yakni angin besar menerbangkan liontin emas yang dipakai sesepuh dari Puri Pemecutan itu, hingga terjatuh dan tidak dapat ditemukan.

ADVERTISEMENT

Namun, begitu sampai di Batu Kursi, sesepuh Puri Pemecutan itu terharu dan menangis. Di mana konon katanya, Batu Kursi itu disebut sama persis seperti pawisik yang diterimanya untuk datang ke sana.

"Beliau sempat kerauhan atau kesurupan dan diberi petunjuk untuk datang kembali dengan membawa sarana upakara lengkap dan membawa tebu cemeng. Tebu cemeng itu adalah sarana tongkat beliau yang berstana di sana. Nah setelah disanggupi, beberapa saat liontinnya yang sempat hilang itu ditemukan kembali," katanya.

Dari femonena itulah Pura Batu Kursi semakin terkenal dan didatangi banyak orang spiritual dari berbagai wilayah, terutama dari Pulau Bali dan Jawa. Dari sana pula Batu Mekorsi akhirnya berganti nama menjadi Batu Kursi.

"Dari situlah semakin banyak orang yang datang untuk memohon jabatan, kemungkinan saja ada yang terjadi, dan akhirnya terkenal Pura Batu Kursi," ujarnya.

Ia menjelaskan, ketika tangkil ke Pura Batu Kursi itu sebenarnya tidak serta merta untuk memohon jabatan, akan tetapi lebih kepada melancarkan kedudukan atau pekerjaan yang ditekuni.

"Sebenarnya orang-orang nusantara sangat patut datang ke wilayah batu kursi karena beliau itu sebagai penuntun raja-raja nusantara. Jadi betul memang pejabat datang ke sana, agar dituntun dan dibimbing untuk dapat menyejahterakan masyarakat, jadi bukan (hanya) memohon jabatan, istilahnya biar kita ada taksunya (wibawa)," tukas Wirdika.




(irb/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads