Sekaa Gamelan Suling Sundaram tampil memukau dalam rekasadana (pergelaran) Pesta Kesenian Bali di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali atau Art Center, Sabtu (25/6/2022). Mereka memadukan selonding, jegog, tingklik, suling, sepasang kendang dan lainnya yang menghasilkan bebunyian memanjakan telinga.
Sekaa asal Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, tersebut menampilkan tujuh garapan seni, yakni 3 garapan tabuh dan 4 garapan tari. Menariknya, seluruh sajian tersebut digarap dengan nuansa baru karena beroriantasi pada pengembangan.
Gending-gending yang memikat bernuansa musik fusion dimainkan para penabuh. Lalu direspons oleh para penari bertubuh lentur hingga menghasilkan sebuah garapan seni kreatif yang baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengembangannya, lebih pada jenis karya yang ditampilkan," kata pembina tabuh sekaligus pemilik sanggar, Denny Sundaram.
Tujuh karya yang dihadirkan dalam pergelaran kali ini mengangkat konsep 'Sapta Gangga' yaitu tujuh sumber mata air yang dimuliakan. Setiap karya mewakili kesucian air sebagai sumber kehidupan sebagai respons atas tema PKB tahun ini.
Ketujuh garapan tersebut antara lain tabuh Sekar Eled, tabuh Reliked, garapan tari Igel Sundaram, Surya Candra, tabuh Ening, Cak Meong Meong, dan Leg'gong Ayu Nyalin.
Membuka pementasan, sekaa menampilkan Tabuh Sekar Eled yang merupakan gending klasik. Tedengar kotekan yang khas atau ngoncang ketika gending ini dimainkan dalam barungan gong suling.
Ada pula aransemen baru dalam sajian Cak Meong Meong dari gending tradisional sekar rare. Garapan ini dipadukan dengan jenis kesenian kecak sehingga menghasilkan sebuah kemasan baru menggunakan alat musik tradisional. Lirik dan bait sangat sederhana, namun banyak mengandung pesan pesan moral.
Garapan ini melibatkan Ida Ayu Nyoman Werdhi Putri Kusuma sebagai penata vocal, penata musik Denny Sundaram serta I Komang Adi Pranata sebagai penata tari.
Pada penampilan pamungkas, sekaa menampilkan Leg'gong Ayu Nyalin yang diangkat dari sosok fiksi yang diketemukan penata dalam penjelajahan imajinatifnya. Berawal dari pertemuan penata tari dengan penata iringan yang menemukan istilah Leg - Leg Gong dalam kesenian Legong pakem pada umumnya.
Istilah ini dibedah oleh I Komang Adi Pranata sebagai penata tari yang memunculkan makna sebuah keluwesan tubuh penari dalam bergerak yang diiringi gong. Dari keluwesan tersebut, Adi Pranata terinspirasi dari kelenturan rotan atau penyalin dalam istilah Bali yang menjadi pijakan dasar dalam pembentukan koreografi tarian ini.
(iws/iws)