Tradisi mekare-kare atau yang lebih dikenal sebagai perang pandan kembali digelar di Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, Kamis (23/6/2022). Masyarakat dan para wisatawan tampak antusias menyaksikan tradisi mekare-kare tahun ini. Terlebih lagi, selama dua tahun terakhir, tradisi mekare-kare digelar secara tertutup akibat pandemi COVID-19.
Para peserta tampak bersiap memegang senjata berupa daun pandan berduri. Mereka juga dibekali dengan tameng. Setelah ada aba-aba dari tetua yang bertugas, dua peserta perang pandan maju ke medan laga. Keduanya lalu saling serang menggunakan senjata daun pandan.
Perang akan dihentikan saat salah satu peserta menyatakan menyerah atau ada yang mengalami luka akibat duri pandan. Usai saling serang, mereka kembali saling bersalaman. Senyum dan kegembiraan antarpeserta terpancar di arena mekare-kare.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tamping Takon Betenan atau Bendesa Adat Tenganan Pegringsingan, I Putu Suarjana mengatakan, tradisi mekare-kare merupakan bentuk penghormatan terhadap Dewa Indra yang dipercaya sebagai Dewa Perang.
"Perang dalam tradisi ini bukan berarti perang melawan musuh. Tapi, sebagai bentuk penghormatan oleh para remaja putra. Sebab, merekalah yang nantinya akan bertanggungjawab terhadap keluarga dan desa," kata Suarjana, Kamis (23/6/2022).
Pagi hari sebelum perang pandan digelar, remaja putra dan putri menghaturkan kelapa muda atau kuud ke puncak gunung yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan. Setelah itu, remaja putra bertugas mencari daun pandan berduri yang akan digunakan sebagai sarana mekare-kare.
Sementara itu, remaja putri bertugas membuat boreh atau ramuan tradisional. Boreh itu nantinya diberikan kepada peserta yang mengalami luka-luka usai perang pandan. Menariknya, obat penawar tradisional itu mampu menyembuhkan luka akibat sayatan duri pandan.
"Bahan-bahan untuk membuat boreh atau obat penawar tersebut adalah kunyit, lengkuas, bangle dan juga cuka. Semua bahan tersebut dicampur jadi satu dan digunakan untuk mengobati luka yang dialami oleh para peserta setelah selesai melaksanakan tradisi mekare-kare atau perang pandan," imbuh Suarjana.
Setelah mekare-kare selesai dan peserta yang terluka mendapat boreh, prosesi dilanjutkan dengan megibung. Saat inilah masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan makan bersama-sama sembari menikmati jajanan tradisional seperti sumping, pisang goreng, bantal, tape ketan, dan jajanan lainnya.
Suarjana menjelaskan, megibung adalah bentuk kekeluargaan. Megibung juga sebagai upaya agar peserta mekare-kare tidak saling dendam satu sama lain usai 'berperang'.
"Ini kita siapkan supaya tidak ada dendam di antara para peserta. Karena mungkin saat melakukan tradisi mekare-kare atau perang pandan, ada semangat yang berlebihan. Jadi, kami menyiapkan jajanan untuk kemudian disantap bersama-sama sebagai bentuk rasa kekeluargaan," kata Suarjana.
Untuk diketahui, tradisi mekare-kare atau perang pandan digelar setahun sekali oleh warga Desa Tenganan Pegringsingan. Adapun rangkaian tradisi mekare-kare tahun ini sudah dimulai sejak Rabu (1/6/2022), yaitu mamiut atau matur piuning di Pura Penataran Yeh Santhi. Hal itu sekaligus untuk memohon restu bahwa masyarakat Desa Wisata Tenganan Pegringsingan akan kembali menggelar tradisi mekare-kare.
(iws/iws)