Bali dikenal memiliki kebudayaan yang kuat bertahan sampai sekarang. Hal ini tak lepas dari budaya pertanian yang terbangun dari keberadaan subak.
Banyak orang mengenal subak hanya sebagai sistem pengairan sawah di Bali. Padahal, subak bukan semata tentang pengairan atau irigasi. Subak merupakan sebuah sistem organisasi adat yang membangun budaya Bali melalui budaya pertaniannya.
Subak juga memiliki struktur organisasi yang rapi, dengan berbagai istilah Bali yang digunakan. Mulai dari ketuanya yang disebut pekaseh, sekretaris atau juru tulis, dan bendahara atau juru raksa. Ada juga saya atau Kesinoman di bawah struktur tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai sebuah organisasi, Subak juga punya tata cara untuk berforum. Khususnya dalam mengambil keputusan-keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian di wilayah Subak masing-masing.
Dalam proses berforum tersebut ada alat yang dinamakan Janggi. Di masa sekarang, Janggi seperti timer atau alat pengingat waktu. Kalau di luar negeri banyak kita temukan jam pasir sebagai timer atau alat pengingat waktu kuno, masyarakat Bali justru menggunakan air. Janggi dan air dipadukan sehingga berfungsi sama dengan timer.
Baca juga: Mau Belajar tentang Subak? Ke Sini Aja |
Janggi berbahan tempurung kelapa yang berisi lubang di bagian atas dan bawahnya. Lubang di bagian atas tempat memasukkan air. Sementara lubang di bawahnya kecil sehingga air di dalam Janggi akan menetes setelah diisi.
Modelnya ada dua macam dengan pemanfaatan yang berbeda. Ada yang dipakai untuk ketepatan waktu bagi peserta rapat. Dengan Janggi, para peserta rapat diwajibkan untuk hadir tepat waktu.
"Anggota yang hadir setelah air di dalam Janggi habis, dia akan kena denda atau sanksi," jelas Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Subak, Ida Ayu Nyoman Ratna Pawitrani, kepada detikBali.
Ada juga Janggi yang berukuran kecil yang dipakai untuk memberikan kesempatan bagi anggota Subak yang ingin menyampaikan pendapat. "Pada saat mengajukan usulan, janggi ini akan diisi air juga dan sumbatnya dilepas. Begitu air dalam Janggi kecil tetesan airnya habis dia tidak berhak lagi bicara.
Artinya dalam rapat Subak dilarang bicara bertele-tele," pungkasnya.
Janggi ini kini tak lagi digunakan. Para peserta rapat subak umumnya telah menggunakan jam tangan maupun handphone sebagai timer. Namun sisa kejayaan Janggi masih bisa dilihat di Museum Subak, Tabanan. Museum ini masih menyimpan koleksi janggi dengan rapi.
(nke/nke)