Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengincar pedagang eceran serta usaha makanan dan minuman dalam pengawasan pajak 2026. Sektor ini dinilai rawan aktivitas shadow economy yang berpotensi menggerus penerimaan negara.
"Pemerintah akan fokus mengawasi sektor-sektor dengan aktivitas shadow economy yang tinggi seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan," tulis Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026, dikutip detikFinance, Rabu (20/8/2025).
Fenomena shadow economy menjadi tantangan besar dalam memperluas basis pajak. Banyak pelaku usaha beroperasi tanpa izin, tidak tercatat dalam sistem, hingga mengandalkan transaksi tunai yang sulit dilacak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menutup celah tersebut, strategi pajak 2026 memasukkan agenda khusus pengawasan shadow economy. Sejak 2025, pemerintah telah menyusun kajian pemetaan, program peningkatan kepatuhan (Compliance Improvement Program/CIP), serta analisis intelijen guna mendukung penegakan hukum terhadap wajib pajak berisiko tinggi.
Langkah konkret lainnya adalah integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui sistem coretax yang efektif mulai 1 Januari 2025. Pemerintah juga melakukan canvassing aktif untuk mendata wajib pajak yang belum terdaftar, serta menunjuk entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital PMSE.
Pengawasan terhadap pedagang eceran, usaha makanan minuman, dan sektor lain dalam shadow economy ditujukan untuk mengejar target penerimaan pajak 2026 sebesar Rp 2.357 triliun atau naik 13,5%. Total penerimaan negara ditargetkan Rp 3.147,7 triliun, tumbuh 9,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Artikel ini telah tayang di detikkFinance. Baca selengkapnya di sini!
(dpw/dpw)