Disnaker Beberkan Alasan PHK Massal Karyawan Coca Cola di Bali

Round Up

Disnaker Beberkan Alasan PHK Massal Karyawan Coca Cola di Bali

Tim detikBali - detikBali
Jumat, 13 Jun 2025 09:10 WIB
Suasana pabrik Coca Cola di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali,Β tampak sepi pada Kamis (12/6/2025). (Foto:Β Fabiola Dianira/detikBali)
Foto: Suasana pabrik Coca Cola di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali,Β tampak sepi pada Kamis (12/6/2025). (Foto:Β Fabiola Dianira/detikBali)
Badung -

Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal menimpa karyawan Coca Cola di Bali. Hal ini imbas dari keputusan PT Coca Cola Bottling Indonesia yang akan menutup pabrik mereka di kawasan Mengwi, Badung, Bali, per 1 Juli 2025. Total, ada 70 karyawan yang kena PHK.

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Badung membeberkan alasan PHK massal tersebut. Disnaker menilai penutupan pabrik itu merupakan strategi internal perusahaan, bukan karena tren pasar lokal.

Kepala Disperinaker Badung, I Putu Eka Merthawan, mengungkapkan Coca Cola merupakan merek minuman yang selama ini dikenal luas oleh masyarakat lokal hingga wisatawan asing. Menurutnya, sulit membayangkan penurunan konsumsi terjadi hanya karena perubahan selera.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak ada minuman yang sejenis yang mirip dengan Coca Cola di Bali. Logikanya, masyarakat Bali ini multikultural, rasanya bukan itu (tren pasar) penyebab utamanya. Ini lebih ke arah kebijakan manajemen," ujar Eka Merthawan saat dihubungi detikBali, Rabu (11/6/2025).

Eka Merthawan menegaskan Disperinaker Badung tidak memiliki kewenangan untuk mendalami keputusan internal perusahaan minuman bersoda itu. Ia menyebut keputusan tersebut datang langsung dari manajemen pusat Coca Cola di Jakarta.

ADVERTISEMENT

"Perusahaan kan juga punya strategi dalam manajemennya," imbuh Eka Merthawan.

Beda dengan Kasus PHK Sritex

Disnaker menilai proses PHK ini dilakukan secara bertanggung jawab, berbeda dengan kasus kontroversial seperti yang terjadi pada perusahaan tekstil Sritex.

Eka Merthawan mengatakan Disnaker sejak awal telah memantau ketat proses PHK di pabrik minuman tersebut.

"Jangan sampai seperti Sritex, itu kan beda. Saya tidak mau seperti Sritex, makanya pengawasan tetap kami lakukan. Kami tidak berpikir negatif, tapi tetap antisipatif," ujar Eka.

Dia memastikan tidak ditemukan indikasi wanprestasi dari pihak Coca Cola Bottling Indonesia. Ia menilai perusahaan telah menunjukkan iktikad baik dengan menyiapkan pendampingan bagi pekerja yang terkena PHK.

"Indikasi ke arah wanprestasi tidak ada, terbukti dari mereka punya niat memberikan pendampingan kepda yg di-PHK," ujarnya.

Karyawan Dapat Pelatihan dan Pesangon

Selain itu, pekerja yang terdampak akan mendapatkan pelatihan dan kompensasi sebesar enam kali gaji, serta pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan selama 10 bulan sejak tanggal efektif PHK.

Pembayaran pesangon juga mengacu pada UU Ketenagakerjaan, yang nilai kompensasinya lebih tinggi dibanding ketentuan dalam UU Cipta Kerja.

"Meski begitu, untuk pengawasan kami sudah siapkan tim jabatan fungsional hubungan industrial. Akan terus kami pantau setiap gerakan sesuai aturan yang berlaku," jelas Eka.

Untuk membantu para pekerja terdampak, Disperinaker Badung telah menyiapkan empat strategi mitigasi. Pertama, pendampingan hukum jika muncul persoalan sengketa ketenagakerjaan. Kedua, koordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memastikan jaminan sosial tetap berjalan. Ketiga, penyediaan akses ke lowongan kerja di sektor lain. Dan keempat, pembinaan serta penyuluhan bagi pekerja yang ingin berwirausaha.

"Prihatin. Kami amat bersimpati dengan para karyawan yang terdampak. Bukan hanya mereka yang bekerja di dalam pabrik, tapi juga ekosistem di sekitarnya pasti ikut terpengaruh," ucapnya.

Tak Ada Aktivitas di Pabrik

detikBali sempat menyambangi kantor Coca Cola Bottling Indonesia di Denpasar, Rabu siang. Namun, pihak manajemen belum bisa memberikan keterangan terkait penutupan pabrik yang disertai dengan PHK puluhan karyawan itu.

Sementara itu, pabrik Coca Cola di Mengwi, Badung, juga tampak sepi. Aktivitas di pabrik tersebut dihentikan sementara dan tak terlihat pekerja beroperasi di lokasi.

Coca Cola sebelumnya menyatakan penutupan pabrik mereka di Bali berkaitan dengan tekanan ekonomi dan penurunan daya beli pascapandemi COVID-19. Perusahaan juga beralasan kondisi geopolitik global yang berdampak pada performa penjualan produk mereka.

Disperinaker Badung, Eka Merthawan berujar, tetap mengawal proses PHK karyawan pabrik Coca Cola di Mengwi agar berjalan sesuai aturan yang berlaku. Ia juga menyusun langkah mitigasi dengan memberi pendampingan hukum kepada karyawan terdampak jika ada gugatan.

Selain itu, Disperinaker Badung juga akan memfasilitasi jaminan sosial ketenagakerjaan dan penyediaan akses lowongan kerja baru bagi karyawan terdampak. Kemudian, menyediakan pembinaan untuk pekerja yang ingin membuka usaha.

"Kami sudah siapkan tim pengawasan hubungan industrial. Jangan sampai seperti kasus Sritex. Kami akan pantau setiap gerakan sesuai aturan yang berlaku," ujar Eka.

Disnaker Bali Kawal Proses PHK

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali Ida Bagus Setiawan juga turut menyoroti penutupan pabrik Coca Cola di Badung yang disertai dengan PHK terhadap puluhan karyawan. Setiawan mengaku masih berkoordinasi dengan Disperinaker Badung untuk mengetahui data konkret terkait PHK tersebut.

Setiawan berharap perusahaan dapat menjamin hak dan perlindungan lainnya terhadap tenaga kerja yang dipecat. Ia menegaskan penutupan pabrik Coca Cola tersebut sudah dimediasi oleh Disperinaker Badung karena lokasinya berada di wilayah Badung.

"Sudah dimediasi oleh Dinas Ketenagakerjaan Badung, karena Dinas Ketenagakerjaan Badung ada mediatornya. Kami sudah menugaskan Ketua AMHI untuk mengawal untuk memonitor progresnya seperti apa," ujar Setiawan.

Dinasker Bali, dia berujar, belum bisa mengambil tindakan terlalu jauh karena laporan tersebut masih dalam penanganan di tingkat kabupaten. "Pada intinya agar hak-hak dari tenaga kerja ini jangan sampai terlewatkan, hak-haknya harus dipenuhi," imbuh Setiawan.

Setiawan mengaku telah menurunkan tim dari Disnaker Bali untuk melakukan verifikasi dan mengecek kondisi di lapangan terkait PHK karyawan Coca Cola di Badung. Berdasarkan informasi yang dia terima, persentase PHK masih kecil.

"Tapi kami perlu cek apa yang menjadi pertimbangan alasan potensi PHK itu," pungkasnya.

Koster Nilai PHK di Sektor Perhotelan Aneh

Gubernur Bali, Wayan Koster, merespons PHK yang dilakukan sejumlah perusahaan di Pulau Dewata. Koster menilai PHK itu aneh dan seharusnya tidak mungkin terjadi, khususnya di bidang perhotelan.

"Ini menurut saya aneh. Nggak mungkinlah untuk hotel. Tingkat hunian hotelnya sekarang itu (yang paling) terburuk 57 persen, ini sensusnya BPS (Badan Pusat Statistik)," ujar Koster di konferensi pers 11th Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) 2025 di Nusa Dua, Kamis.

Koster mengeklaim khusus untuk hotel-hotel seperti di Nusa Dua, Sanur, bahkan Ubud, rata-rata tingkat huniannya berkisar 70 persen. Bahkan, ada yang tingkat huniannya mencapai 80-90 persen.

"Ini (PHK) pasti gosip-gosip orang yang sakit hati atau apa gitu. Nggak yakin saya itu," terang Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng itu.

Meski demikian, Koster meminta Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha, untuk mengecek informasi PHK yang terjadi di sejumlah hotel di Pulau Dewata benar atau tidak.

Koster mengungkapkan realisasi Pajak Hotel dan Restoran (PHR) di Bali periode Januari-Mei 2025 naik dibandingkan 2024. Hanya saja, dia tak memerinci angka realisasi pajak tersebut.

"Kalau pajak hotel dan restoran naik, masa dia PHK? Kan lucu, nggak benar ini. Saya kira gosip saja ini. Saya pastikan enggak. PHK untuk di Bali saya kira enggak. Mungkin di luar pariwisata ada," imbuh Koster.

Sebelumnya, sekitar 100 pekerja di sektor pariwisata di Bali mengalami PHK sejak awal 2025. Terbaru, ada 70 karyawan Coca Cola di Bali terkena PHK.




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads