Perkumpulan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (ASPADIN) menyebut tingkat konsumen air minum dalam kemasan (AMDK) di Bali cukup tinggi. ASPADIN mencatat jumlahnya sekitar 11-15 liter per orang per tahun.
"Jumlah penduduk Bali kan 4,4 juta, kalau konsumsi AMDK kisarannya rata-rata sekitar 11-15 liter per orang per tahun di Bali. Anggaplah sekitar 14 liter per orang per tahun," kata Ketua Umum DPP ASPADIN Rachmat Hidayat kepada detikBali, Rabu (9/4/2025).
Rachmat menilai angka tersebut cukup tinggi. Sebab, di wilayah Sumatera masih berkisar sekitar 11 liter. Konsumsi AMDK tertinggi masih berada di wilayah Jabodetabek yang mencapai 88 liter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain sesuai jumlah penduduk, Rachmat melihat gaya hidup di daerah besar termasuk Bali pergerakan manusianya cukup padat. Sehingga, diikuti dalam konsumsi AMDK-nya.
"Dan juga pariwisatanya Bali paling tinggi di Indonesia, yang namanya pariwisata itu kan para wisatawan mobile ya, mereka membutuhkan produk-produk seperti ini," jelasnya.
Rachmat meyakini masyarakat Bali akan kesulitan jika aturan larangan produksi air mineral di bawah satu liter diterapkan. Sebab, masyarakat Bali sampai saat ini masih mengonsumsi, terutama untuk kegiatan-kegiatan upacara.
"Bayangkan harus mencuci gelas berapa banyak menyiapkan gelas sangat tidak efisien. Lalu kalau nggak pakai gelas mereka pakai apa? cup plastik? Apa bedanya dengan AMDK? tidak menyelesaikan masalah," cecar Rachmat.
Menurut dia, hal itu dapat memicu keresahan di masyarakat. Apalagi, banyak pedagang kecil yang masih menjual produk kemasan plastik.
"Menurut hemat kami Pemprov Bali tidak akan sejauh itu lah ya, pasti berpikir lebih bijaksana," ucapnya.
ASPADIN, Rachmat melanjutkan, telah mengirimkan surat kepada Pemprov Bali untuk meminta audiensi dalam waktu dekat.
"Semoga dalam waktu dekat kami diberikan waktu," tandasnya.
(hsa/hsa)