Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Wilayah Bali, I Nengah Nurlaba, mewaspadai kebijakan ekonomi luar negeri Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Nurlaba meminta para pengusaha Bali terus bersiap dan beradaptasi terhadap dinamika global maupun lokal.
"Seperti anjuran pemerintah, kami harus bersiap, wanti-wanti, ibaratnya mengencangkan ikat pinggang. Dunia usaha sudah terbiasa menghadapi situasi sulit. Pengusaha yang berpengalaman pasti akan melakukan introspeksi dan evaluasi agar tetap bisa bertahan," ujar Nurlaba saat dihubungi detikBali, Jumat (4/4/2025).
Namun, sejauh ini, kebijakan Trump belum berdampak langsung bagi perekonomian Bali. Termasuk langkah AS menetapkan tarif impor 32 persen untuk barang dari Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nurlaba, struktur ekonomi Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata, berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang memiliki industri padat karya atau tambang.
"Memang ini perang dagang, dan seluruh dunia terdampak, termasuk Indonesia. Tapi Bali adalah daerah wisata, jadi dampaknya tidak langsung sekuat di daerah atau provinsi lain yang mempunyai tambang contohnya," ujarnya.
Namun demikian, Nurlaba menyoroti bahwa sektor pariwisata Bali sendiri sedang mengalami kelesuan. Ia mencontohkan biasanya di momen liburan Idul Fitri atau Lebaran terjadi peningkatan kunjungan wisatawan domestik. Namun, tahun ini tidak signifikan.
Nurlaba menilai hal itu juga bisa dipengaruhi oleh situasi global yang membuat ekonomi negara lain lesu, sehingga berdampak pada minat wisatawan untuk berkunjung ke Bali.
"Kita perlu mewaspadai kondisi ini. Karena ini kan seluruh dunia yang terdampak, ketika ekonomi global melemah, tentu masyarakat luar negeri pun akan mengurangi belanja, termasuk untuk liburan. Ini bisa berdampak pada Bali," kata dia.
Nurlaba menekankan persoalan utama yang perlu segera diatasi di Bali bukan hanya isu eksternal seperti perang dagang. Namun, juga masalah internal seperti kemacetan dan pengelolaan sampah. Menurutnya, dua hal ini sangat memengaruhi kenyamanan wisatawan.
"Concern kami lebih ke sampah dan kemacetan. Kalau ini bisa kami atasi, wisatawan domestik maupun mancanegara tetap akan menjadikan Bali destinasi utama," tandasnya.
Sebelumnya, pada 2 April 2025, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru yang dinamai "Liberation Day" atau "Hari Pembebasan." Kebijakan ini memberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen untuk seluruh produk impor ke Amerika Serikat.
Tambahan tarif lebih tinggi dikenakan pada negara-negara tertentu yang dinilai melakukan praktik perdagangan merugikan AS. Yakni, China dikenakan tarif sebesar 34 persen, Uni Eropa 20 persen, dan Indonesia 32 persen.
(hsa/gsp)