Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor baru sebesar 32% yang berlaku untuk Indonesia. Kebijakan ini berpotensi memengaruhi perekonomian, khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bali.
Dosen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Ida Bagus Raka Suardana, berpendapat kenaikan tarif impor itu bisa menurunkan daya saing produk Bali di AS. "Produk seperti kerajinan tangan, tekstil, dan produk pertanian khas Bali akan mengalami tekanan harga, yang dapat mengurangi permintaan," tuturnya kepada detikBali, Jumat (4/4/2025).
Akibatnya, Suardana melanjutkan, pendapatan UKM yang bergantung pada ekspor ke negeri Abang Sam bakal menurun. "Bisa berujung pada kemungkinan pengurangan tenaga kerja," tutur ekonom tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali menyebut nilai ekspor Provinsi Bali ke luar negeri menembus angka US$ 482,49 juta. Ini merupakan jumlah kumulatif sejak Januari 2024 sampai dengan September 2024.
AS menjadi negara dengan tujuan ekspor tertinggi dengan nilai mencapai US$ 14,69 juta. Komoditas ekspor tersebut antara lain kerajinan tangan, tekstil, dan produk pertanian khas daerah.
Kebijakan proteksionisme ala Trump tersebut, Raka berujar, bisa menghambat investasi pada industri berorientasi ekspor.
Menurut Raka, pelaku usaha di Bali yang bergantung kepada ekspor ke Amerika Serikat perlu mencari pasar alternatif seperti Uni Eropa atau kawasan Asia Pasifik. "Untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah dan menghindari ketergantungan pada satu negara tujuan ekspor," imbuh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Undiknas tersebut.
Raka berpendapat kenaikan tarif impor yang diterapkan oleh Trump disebabkan sejumlah faktor. Misalkan, kebijakan perdagangan bilateral, status hubungan diplomatik, serta langkah proteksi industri dalam negeri AS.
Raka juga menyinggung kebijakan Trump berkaitan dengan posisi Indonesia sebagai anggota BRICS pada 6 Januari 2025. Sebab, negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan khusus dengan AS cenderung memperoleh tarif impor yang lebih rendah dibandingkan Indonesia.
(gsp/gsp)