M. Tilla bersama suami dan dua anaknya tiba di Desa Adat Penglipuran, Bangli, Bali, pada Sabtu (8/2/2025). Perempuan berusia 32 tahun itu lalu bergegas menuju loket untuk membeli tiket masuk ke objek wisata tersebut.
Tilla mengeluarkan telepon genggam suaminya dan membuka aplikasi BRImo untuk membeli tiket. Ia lalu memindai QRIS yang disodorkan penjaga loket dan membayar karcis sebesar Rp 67 ribu.
Menurut Tilla, sistem nontunai yang diterapkan Desa Penglipuran memudahkan wisatawan seperti dirinya. "Jadi lebih praktis untuk transaksi dan kami tidak perlu bawa banyak uang tunai," ungkap perempuan yang tinggal di Denpasar tersebut, Sabtu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Manajer Desa Wisata Penglipuran, Wayan Sumiarsa, menuturkan Desa Adat Penglipuran menjadi daya tarik wisata (DTW) atau objek wisata sejak 1993. Saat itu, wisatawan yang berkunjung ke sana hanya memberikan donasi seikhlasnya.
Lalu, Desa Adat Penglipuran berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli. Tiket bagi wisatawan yang berkunjung ke sana pun diterbitkan.
Seiring dengan perkembangan, Desa Adat Penglipuran meminta manjemen desa wisata membuat inovasi pelayanan, termasuk pembayaran tiket oleh wisatawan. Perangkat Desa Adat Penglipuran meminta agar transaksi pembayaran bisa berjalan cepat.
Manajemen Desa Wisata Penglipuran lalu menerapkan pembayaran tiket nontunai. "Sehingga tidak menimbulkan antrean," tutur Sumiarsa.
Sumiarsa mengatakan penerapan sistem nontunai di objek wisata itu dimulai pada 2022. Desa Penglipuran melibatkan sejumlah bank, salah satunya BRI, untuk mendukung kebijakan tersebut. "Kami kolaborasi intens dengan BRI itu sejak 2022," ungkapnya.
Manfaat dari penerapan sistem nontunai, Sumiarsa melanjutkan, adalah transparansi keuangan. Pembayaran melalui QRIS membuat jumlah kunjungan turis ke desa yang dihuni oleh 285 keluarga tersebut tercatat secara faktual.
Penerapan sistem nontunai di desa terbersih di dunia pada 2016 itu juga efektif mencegah penyelewengan anggaran. "Bisa mencegah manipulasi keuangan," kata Sumiarsa.
Penerapan digitalisasi keuangan di Desa Wisata Penglipuran juga meliputi pembayaran gaji pegawai seperti pecalang (polisi adat). Para pegawai di objek wisata itu wajib mempunyai rekening bank. "Pembayaran gaji tidak lagi tunai dan itu sangat memudahkan tim keuangan kami," tutur pria berusia 43 tahun itu.
Penerapan sistem pembayaran nontunai di Desa Wisata Penglipuran juga dilakukan oleh para pedagang suvenir, makanan/minuman, hingga penyewaan pakaian adat. Pelaku UMKM tersebut menyediakan opsi pembayaran kepada wisatawan antara lain melalui QRIS dan kartu debit.
Sumiarsa menjelaskan jumlah kunjungan pelancong ke Desa Adat Penglipuran terus bertambah. Pada 2023 jumlah turis yang pelesiran di objek wisata itu mencapai 956.425 orang. Mereka terdiri dari wisatawan domestik 832.231 orang dan mancanegara 124.194 turis.
Adapun sepanjang 2024, jumlah turis mancanegara yang berkunjung mencapai 152.806 orang. Sedangkan jumlah wisatawan domestik naik menjadi 870.341 pelancong.
Regional CEO BRI Denpasar, Hery Noercahya, mengatakan bank pelat merah itu berupaya mendorong sistem nontunai. Salah satunya menyediakan layanan dan infrastruktur digital seperti QRIS, debit, dan kartu kredit di kalangan UMKM demi memudahkan transaksi dengan wisatawan.
BRI, Hery berujar, aktif mendorong penggunaan mesin electronic data capture (EDC) di kalangan UMKM dan masyarakat luas untuk memudahkan transaksi nontunai. Sebanyak 14.235 EDC sudah didistribusikan di Pulau Dewata.
Hery menargetkan pertumbuhan pengguna QRIS pada 2025 mencapai 34.103 pengguna. "Di mana target pertumbuhan QRIS 80 persen ada di Bali, 10 persen di NTT, dan 10 persen di NTB," tuturnya.
(gsp/gsp)