Beragam Anyaman Bambu dari Desa Angseri

Tabanan

Beragam Anyaman Bambu dari Desa Angseri

Gangsar Parikesit - detikBali
Minggu, 09 Mar 2025 09:31 WIB
Desa Angseri, Tabanan, Bali, Minggu (16/2/2025). Desa berhawa sejuk ini meraih predikat Desa BRILiaN 2023 dengan kategori Tata Kelola Terbaik.
Desa Angseri, Tabanan, Bali, beberapa waktu lalu. Desa berhawa sejuk ini meraih predikat Desa BRILiaN 2023 dengan kategori Tata Kelola Terbaik. Foto: Gangsar Parikesit/detikBali
Tabanan -

Wayan Sutama masih mengingat perubahan usahanya dari menganyam bambu untuk keranjang sayur menjadi keben dan bokoran (tempat sesaji). Mulanya, warga Desa Angseri, Tabanan, Bali, itu meneruskan usaha anyaman keranjang sayur yang diwariskan oleh kakeknya. Keranjang sayur diperlukan karena sebagian penduduk Angseri merupakan petani.

Bahkan, pada 2007, Sutama membentuk kelompok bagi para penganyam keranjang sayur. "Saat itu jumlah anggotanya (kelompok) 27 orang," ujarnya kepada detikBali, Selasa (25/2/2025).

Tiga tahun kemudian, sejumlah mahasiswa dari Universitas Udayana, Institut Seni Indonesia (ISI) Bali, dan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Margarana Tabanan kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Angseri. Rampung KKN, mereka membuat laporan ke kampusnya masing-masing.

Dosen berbagai kampus itu lalu mendatangi Desa Angseri dan menawarkan Sutama untuk belajar membuat anyaman untuk keben dan bokoran. Apalagi, bambu yang diperlukan untuk membuat tempat sesaji itu lebih sedikit dibandingkan untuk membuat keranjang sayur.

Dosen-dosen itu lalu membawa pelatih anyaman bambu untuk mengajarkan Sutama dan beberapa pengrajin membuat keben dan bokoran. "Mereka juga membawa peralatan seperti gunting, gerinda, sampai kompresor untuk mengecat," kenang pria berusia 48 tahun tersebut.

Pelatihan anyaman bambu yang difasilitasi dosen sejumlah kampus tersebut rampung. Sutama didaulat menjadi pelatih anyaman bambu untuk tempat sesaji tersebut kepada pengrajin lainnya selama dua bulan.

Pengrajin anyaman bambu, Wayan Sutama, tengah menganyam di Desa Angseri, Tabanan, Bali, beberapa waktu lalu.Pengrajin anyaman bambu, Wayan Sutama, tengah menganyam di Desa Angseri, Tabanan, Bali, beberapa waktu lalu. Foto: dok. Wayan Sutama


Kini, Sutama tetap membuat bokor dan keben. Bahkan, ia juga membuat tas anyaman bambu.

Sutama dan istrinya bisa membuat enam bokor dan lima keben per hari. Adapun anak nomor duanya membantu untuk mengupas kulit bambu untuk bahan baku tempat sesaji tersebut.

Sutama menjual bokor Rp 50 ribu. Jika pembeli ingin menyematkan nama di tempat sesaji itu, harganya menjadi Rp 60 ribu. Sedangkan keben tanpa ukiran nama dibanderol Rp 90 ribu, tapi pembeli harus membayar Rp 100 ribu jika keben tersebut ditambahkan nama.

Adapun, tas anyaman bambu dijual Rp 150 ribu. Tas tersebut berdiameter 18 sentimeter. "Untuk tas, kami bisa membuat tiga buah per hari karena pembuatannya perlu waktu," ungkap warga Desa Angseri tersebut.

Sutama memasarkan bokor dan keben buatannya ke berbagai kota seperti Denpasar, Badung, dan Tabanan. Ia menitipkan tempat sesaji tersebut ke sejumlah toko di kota-kota tersebut. Namun, ada pula toko yang langsung membeli kerajinan tersebut darinya.

Selain itu, Sutama juga menitipkan bokor, keben, dan tas anyaman bambu ke vila dan restoran di Angseri. Desa seluas 758,16 hektare tersebut merupkan salah satu daerah tujuan wisata karena memiliki sejumlah tempat pelesir seperti Air Panas Angseri, Air Panas Eka Tirta, Kebun Putu, Pondok Leera, hingga Tasta Zoo.

Pendapatan Sutama sebagai pengrajin anyaman bambu tak menentu. Saat ramai pesanan, ia bisa mendapatkan uang sekitar Rp 300 ribu. Namun, kala tak ada pesanan, dia kembali ke kebun untuk merawat beragam sayur dan bunga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Cahaya Pesona Mandiri, Wayan Cekug, menuturkan terdapat belasan keluarga yang menjadi pengrajin anyaman bambu. Mereka membuat keranjang sayur, kemben, bokor, tusuk satu, sendok bambu, hingga tas.

Menurut Cekug, Desa Angseri tidak akan kekurangan bambu. Desa yang terletak di ketinggian 640 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan bersuhu sejuk itu memiliki banyak tanaman bambu.

BUMDes Cahaya Pesona Mandiri, Cekug melanjutkan, ikut memasarkan kerajinan anyaman bambu tersebut. "Kami titipkan kerajinan anyaman itu ke vila-vila," tutur pria berusia 64 tahun itu.

Keberadaan BUMDes Cahaya Pesona Mandiri yang menjadi penggerak ekonomi desa ini menjadi salah satu pertimbangan BRI menetapkan Desa Angseri mendapatkan status Desa BRILiaN 2023 dengan kategori Tata Kelola Terbaik. Desa BRILiaN merupakan program pengembangan desa yang diselenggarakan oleh BRI untuk mengembangkan potensi desa.

Ada empat aspek yang dinilai misalkan kehadiran BUMDes yang aktif sebagai penggerak ekonomi desa, implementasi digitalisasi (keuangan digital dan pemanfaatan produk BRI), inovasi dalam pemecahan masalah sosial di desa, hingga keberlanjutan untuk menyejahterakan masyarakat melalui sektor unggulan di desa itu.

Dilansir dari detikFinance, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan desa BRILiaN merupakan program pemberdayaan desa yang bertujuan menghasilkan role model dalam pengembangan desa yang diinisiasi BRI sebagai bentuk agent of development dalam mengembangkan desa. Hingga akhir Juni 2024, tercatat terdapat 3.602 desa yang telah mendapatkan pemberdayaan Desa BRILiaN.

Regional CEO BRI Denpasar Hery Noercahya memberikan sejumlah dukungan kepada Desa Angseri sebagai desa BRILiaN. Salah satunya adalah pembiayaan. "Kami memberikan akses pembiayaan untuk pengembangan desa bagi UMKM lokal," tuturnya.




(gsp/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads