Aset perbankan di Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga November 2024 tumbuh 7,71 persen secara year on year (yoy). Total, aset perbankan di NTB mencapai Rp 80,727 triliun. Tercatat, pertumbuhan aset bank syariah di NTB melonjak signifikan, melampaui capaian bank konvensional.
"Aset perbankan di NTB pada posisi November 2024 sebesar Rp 80,727 triliun," kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB Rudi Sulistyo, Rabu (29/1/2025).
Menurut Rudi, jumlah aset perbankan NTB mengalami pertumbuhan sebesar Rp 5,778 triliun. Dengan rincian, aset bank umum konvensional (BUK) tumbuh sebesar Rp 2,717 triliun atau 5,29 persen, dan aset bank umum syariah (BUS) sebesar Rp 2,576 triliun atau tumbuh 12,72 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertumbuhan aset antara lain berasal dari peningkatan DPK (dana pihak ketiga) sebesar Rp 2,015 triliun atau 4,56 persen," ujarnya.
Posisi DPK perbankan di NTB sebesar Rp 46,244 triliun. Secara tahunan, laju pertumbuhan DPK pada November 2024 tercatat sebesar 4,56 persen. Sementara secara month to month (mtom) DPK turun sebesar 6,35 persen.
"Penurunan DPK bank pada November 2024 (mtom) diakibatkan oleh penurunan giro sebesar Rp 3.086 miliar (Rp 3,08 triliun) ," jelasnya.
Rudi membeberkan pertumbuhan DPK tertinggi terjadi di Kabupaten Sumbawa sebesar Rp 647 miliar atau 18,37 persen. Namun, secara bulanan, seluruh kabupaten dan kota NTB mengalami penurunan DPK.
"Penurunan tertinggi terjadi di Kota Mataram sebesar Rp 2.658 miliar (Rp 2,658 triliun) atau minus 7,92 persen," tandasnya.
Sebelumnya Kepala Bank Indonesia (BI) NTB Berry Arifsyah Harahap mengatakan DPK NTB tercatat tetap tumbuh positif sebesar 5,42 persen (yoy) di kuartal IV 2024. Sementara, aset perbankan di NTB tercatat Rp 80,60 triliun atau tumbuh 7,07 persen (yoy).
"Akan tetapi nilai aset pada kuartal IV 2024 ini menurun jika dibandingkan dengan nilai aset pada kuartal III 2024 yang tercatat sebesar Rp 81,13 triliun atau tumbuh 10,07 persen (yoy)," jelasnya.
Sementara, pada kuartal II 2024 nilai aset perbankan di NTB sebesar Rp 78,36 triliun atau tumbuh 16,12 persen. Rasio Non Performing Loan (NPL) juga tercatat di angka 1,77 persen, masih jauh di bawah ambang batas.
"Akan tetapi perlu terus dicermati sustainabilitas intermediasi ke depan, seiring dengan masih tingginya ketidakpastian global yang dapat mempengaruhi dari sisi permintaan," ujar Berry.
(hsa/nor)