PT BIBU Panji Sakti melakukan sejumlah lobi guna mewujudkan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara. PT BIBU Panji Sakti bahkan berupaya mendekati Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) hingga ke Prabowo Subianto saat masih menjabat Menteri Pertahanan (Menhan).
Presiden Direktur PT BIBU Panji Sakti, Erwanto Sad Adiatmoko Hariwibowo, mengatakan sejumlah lobi itu dilakukan karena ada penolakan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara dari rezim lama. Namun, Erwanto enggan menyebutkan aktor penolakan tersebut sehingga proyek di Pulau Dewata itu tak terwujud di era kepemimpinan Jokowi.
"Jujur, persoalannya kan pada saat rezim yang lama. Ada penolakan dari rezim yang lama," kata Erwanto saat mengunjungi kantor detikBali bersama Penglingsir Puri Buleleng, Anak Agung Ngurah Ugrasena, Kamis (14/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, tutur Erwanto, sebenarnya kewenangannya cukup di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terutama dalam penentuan lokasi (penlok) atau izin yang mengatur ruang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penlok dapat dikeluarkan Menteri Perhubungan (Menhub) setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur Bali dan Bupati Buleleng, tetapi tak kunjung keluar.
"Ketika rekomendasi bupati dan gubernur sudah keluar, ini (penlok) kan tertahan di Menteri Perhubungan. Maka kami tidak berhenti ketika di Menteri Perhubungan tertahan. Kami dekatilah bosnya menteri. Kan cuma presiden bosnya menteri itu. Saat itu Jokowi," ungkap Erwanto.
PT BIBU Panji Sakti kemudian berupaya mendekati Jokowi dengan mengirimkan surat. Jokowi kemudian mengirimkan Moeldoko ke Bali yang saat itu menjabat Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
"Harusnya (Bandara Internasional Bali Utara) ini bukan urusan KSP, tetapi tugas KSP itu salah satunya menyelesaikan masalah-masalah yang tertahan. Bottleneck itu di KSP. Maka Pak Presiden kirimkan lah Pak Moeldoko ke kantor kami, ke lokasi proyek kami. Ada apa sebenarnya ini. Beliau ingin cari tahu," tutur Erwanto.
Menurut Erwanto, Jokowi sebenarnya sudah mengatakan kepada Moeldoko jika ia akan menerima PT BIBU Panji Sakti bersama raja-raja Bali terkait proyek Bandara Internasional Bali Utara. Jokowi, melalui Moeldoko, meminta PT BIBU Panji Sakti dan para penglingsir puri se-Bali untuk membuat surat. Namun, menurut Erwanto, surat yang dikirimkan PT BIBU Panji Sakti bersama para penglingsir puri se-Bali itu tertahan selama enam bulan di Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).
"Nah itu tertahan enam bulan di Mensesneg. Kan politik lagi kan. Makanya waktu bulan Februari saya bilang sama Pak Moeldoko, 'Pak bagaimana nembus Istana ini', 'kalau gitu the new president aja mas Irwan'. Kami ke Pak Prabowo," kisah Erwanto.
Akhirnya, PT BIBU Panji Sakti bersama 13 penglingsir puri se-Bali diterima Prabowo di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 13 Februari 2024. Menurut Erwanto, Prabowo saat itu mengatakan berkomitmen untuk membangun Bandara Internasional Bali Utara jika terpilih sebagai presiden.
"Di ruangan beliau (Prabowo) berkata, 'saya pastikan kalau saya jadi Bandara Bali Utara harus dibangun, bila perlu kita tambahkan dari APBN'. Itu komitmen beliau. Jadi buat saya, kalau ditanya lobi-lobi, itu kami lakukan sampai istana," tutur Erwanto.
Selain itu, PT BIBU Panji Sakti sebenarnya juga berupaya mendekati Jokowi melalui Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sebagai lembaga yang bisa memberikan masukan ke presiden. Wantimpres kemudian membuat kajian mengenai proyek Bandara Internasional Bali Utara.
Erwanto mengeklaim, hasil kajian dari Wantimpres adalah Bandara Internasional Bali Utara harus dieksekusi. Wantimpres, ujar Erwanto, merekomendasikan kepada Jokowi agar mengeluarkan keputusan presiden (keppres) sebagai antisipasi jika Menhub tak kunjung mengeluarkan penlok.
"Karena Keppres itu kan di atasnya penlok. Seperti di awal saya katakan, ini cukup Menteri Perhubungan kok, tetapi karena urusan politik macem-macem (akhirnya enggak keluar penlok). Jadi lobi kami langsung ke Istana," ungkap Erwanto.
(iws/gsp)