Bos Garuda Indonesia Beberkan Tiga Penyebab Tiket Pesawat Domestik Mahal

Nasional

Bos Garuda Indonesia Beberkan Tiga Penyebab Tiket Pesawat Domestik Mahal

Ignacio Geordi Oswaldo - detikBali
Selasa, 12 Nov 2024 07:13 WIB
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.
Foto: Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. (Ilyas Fadilah/detikcom)
Tangerang -

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra, buka-bukaan mengenai sejumlah penyebab harga tiket pesawat di Indonesia mahal. Tingginya harga tiket pesawat rute domestik kerap dikeluhkan masyarakat. Harganya bahkan mengalahkan penerbangan ke luar negeri (LN).

Berikut tiga penyebab harga tiket pesawat rute domestik mahal menurut bos Garuda Indonesia dilansir dari detikFinance.

1. Harga Avtur

Irfan menjelaskan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi harga tiket pesawat, salah satunya harga avtur. Komponen ini sudah diperhitungkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) yang mengatur tarif batas atas (TBA).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Irfan mengatakan aturan TBA belum berubah sejak lima tahun terakhir. Padahal, sejumlah komponen dalam perhitungan di aturan tersebut sudah meningkat tinggi, misalnya harga avtur.

"Nah itu nggak pernah berubah sampai 2024. Jadi saya pakai formula masih 2019. Di dalamnya sudah ada harga avtur, asumsi berapa ton avtur dipakai dan segala macam," kata Irfan di Gedung Manajemen Garuda, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (11/11/2024).

ADVERTISEMENT

Menurut Irfan, dengan naiknya biaya komponen tersebut, maka harga tiket yang dijual ke konsumen mau tidak mau harus naik. Garuda Indonesia, jelas Irfan, mau tak mau terus menggunakan tarif batas paling atas yang ditetapkan pemerintah karena tidak ada perubahan selama lima tahun terakhir.

"Akibat perubahan-perubahan kondisi pasar, baik itu harga avtur maupun exchange rate, karena basis kita US dolar banyaknya sekarang sudah nggak untung lagi sebenarnya. Makanya kita minta dinaikin, eh lu orang ribut minta diturunin. Oke nggak masalah," terang Irfan.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Selanjutnya, Irfan mengatakan harga tiket pesawat di Indonesia mahal imbas pengenaan berbagai jenis pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang hanya dikenakan untuk rute domestik.

"Avtur yang kami beli untuk penerbangan domestik itu kena pajak. Avtur, kami terbang ke Singapura, nggak kena pajak. Tiket kami jual ke Balikpapan, kena pajak. Kami jual ke Shanghai, nggak kena pajak," kata Irfan.

Irfan bahkan mengingatkan jika harga tiket pesawat akan makin mahal. Sebab, PPN bakal naik dari 11 persen ke 12 persen.

"Kami tidak pernah keluar dari rambu-rambu harga tiket yang diatur oleh pemerintah. Dari 2019, nggak pernah naik, tetapi pajak masuk, kena pajak," terang Irfan.

3. Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U)

Selain harga avtur dan PPN, faktor lain yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat di Indonesia karena pengenaan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U). Irfan menyebut tarif PJP2U ini sudah naik hingga 35%.

"Nah setelah TBA itu ada pajak, habis itu ada PJP2U yang ini tahun 2023 naik 35%, diam-diam, nggak tahu kan? Tiba-tiba harga tiket gue naik, kan ya harus naik dong, marah lu semua sama gue ya kan," ucap Irfan.

"Bayarnya Rp 168.000 kalau ke domestik, ya terus saya bilang pindahkah ke Terminal 2 (Soekarno-Hatta), nggak boleh, yang Rp 120.000. Kalau di Halim Rp 70.000," tambah Irfan.

Pada akhirnya, inilah yang membuat Garuda Indonesia tetap mempertahankan harga tiket pesawat di TBA demi keuntungan perusahaan.

"Jual tiket itu marginnya single digit, oleh sebab itu ketika permintaan-permintaan harga tiket terus-menerus turun buat kita nggak ada pilihan lain kecuali bertahan, dan memang nggak ada pilihan lain," kata Irfan.

"Jadi ini yang kita lakukan sebagai suatu perusahaan untuk memastikan tanggung jawab kita kepada para investor dan publik bahwa perusahaan dijaga dan dipastikan dari waktu ke waktu akan meningkatkan profitability-nya," tambah Irfan.

Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!




(iws/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads