Produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2024 diperkirakan sebanyak 827,81 ribu ton. Jumlah ini turun sebesar 5,53 persen atau 48,46 ribu ton dibandingkan 2023 sebanyak 876,27 ribu ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB per 1 November 2024, luas panen padi pada 2024 diperkirakan sebesar 280,03 ribu hektare. Jumlah produksi padinya sekitar 1,45 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, diperkirakan sebesar 827,81 ribu ton.
"Produksi padi yang diperkirakan sebesar 1,45 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 85,09 ribu ton GKG atau 5,53 persen dibandingkan produksi padi di 2023 yang sebesar 1,54 juta ton GKG," ujar Kepala BPS NTB Wahyudin di Mataram, Jumat (1/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produksi padi tertinggi di 2023 terjadi pada Maret sebesar 410,34 ribu ton GKG. Sedangkan produksi padi tertinggi di 2024 terjadi pada April sebesar 376,50 ribu ton GKG.
Untuk produksi padi terendah di 2023 terjadi pada Desember sebesar 28,76 ribu ton GKG. Pada Januari 2024 terjadi kenaikan sebesar 33,13 ribu ton GKG.
Tiga kabupaten/kota dengan total produksi padi (GKG) tertinggi di 2024, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Lombok Timur. Sementara itu, tiga kabupaten/kota dengan produksi padi terendah, yakni Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, dan Kota Bima.
Penurunan produksi padi yang cukup besar pada 2024 terjadi di beberapa wilayah. Seperti Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Di sisi lain, terdapat beberapa kabupaten/kota yang mengalami peningkatan produksi padi, yaitu Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Utara (KLU).
Luas panen padi pada 280,03 ribu hektare ini mengalami penurunan sebanyak 7,49 ribu hektare. Turun sebesar 2,60 persen dibandingkan luas panen padi di 2023 yang sebesar 287,51 ribu hektare.
Sementara itu, Wakil Pimpinan Bulog NTB Musazdin Said mengatakan penyerapan padi atau gabah Bulog saat ini memasuki pembelian untuk komersil saja. Sebab harga gabah saat ini cukup tinggi, yakni sekitar Rp 8 ribu per kilogram.
"Sudah di atas HPP kita. HPP kita itu Rp 7.400 per kilogram," katanya di Mataram, Jumat (1/11/2024).
Meski dilakukan penyerapan komersil, namun jumlahnya diakui Musa sangat kecil. Penyerapan komersial tersebut disesuaikan Bulog NTB dengan pasar. Bulog tidak menyetok banyak lantaran gabah komersil ini dijual secara presale kepada mitra.
"Artinya beberapa mitra kami yang rutin dagang beras itu biasanya pesan dulu ke kami. Istilahnya kami adakan, simpankan, dan akan ditebus nanti akhir tahun. Seperti itulah model presale, itu komersial jatuhnya," tandasnya.
(nor/nor)