Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong penguatan karakteristik perbankan syariah. Salah satunya melalui pengembangan produk perbankan syariah yang memiliki kekhasan syariah atau yang disebut shariah-based product.
"Sehingga mempunyai unique value proposition yang tidak dapat dilakukan oleh perbankan konvensional," kata Kepala OJK Nusa Tenggara Barat (NTB) Rudi Sulistyo di Mataram, Senin (28/10/2024).
Rudi menuturkan untuk mendukung upaya tersebut, OJK menerbitkan tiga pedoman produk perbankan syariah. Di antaranya Pedoman Produk Pembiayaan Mudharabah, Pedoman Implementasi Shariah Restricted Investment Account (SRIA) dengan Akad Mudharabah Muqayyadah, serta Pedoman Implementasi Cash Waqf Linked Deposit (CWLD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buku pedoman produk perbankan syariah tersebut diluncurkan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, dalam agenda puncak Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024 di Banda Aceh, pekan lalu," terang Rudi.
Penerbitan pedoman ini merupakan salah satu bentuk komitmen OJK dalam penguatan karakteristik perbankan syariah. Menggunakan strategi pengembangan keunikan produk syariah sesuai Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027.
"Pedoman produk ini diharapkan dapat memberikan panduan bagi industri dan pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan produk perbankan syariah sehingga memberikan kesamaan pandang dan pemahaman dalam implementasi," jelasnya.
Ketiga pedoman produk perbankan syariah tersebut diharapkan dapat melengkapi Peraturan OJK (POJK) sebelumnya dengan penjelasan yang lebih rinci. Sehingga memudahkan bagi pelaku industri dalam implementasinya.
Pedoman Produk Pembiayaan Mudharabah
Pedoman produk pembiayaan mudharabah perbankan syariah merupakan pedoman ketiga. Sebelumnya OJK telah menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah dan Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah Perbankan Syariah.
"Pedoman ini sebelumnya itu disusun bersama DSN-MUI, pelaku industri perbankan syariah, dan pemangku kepentingan lainnya," imbuhnya.
Produk pembiayaan mudharabah memiliki keunikan. Produk ini dapat menjadi alternatif bagi industri perbankan syariah untuk diversifikasi produk pembiayaan yang berbasis bagi hasil selain dari pembiayaan musyarakah.
"Produk pembiayaan mudarabah merupakan salah satu produk yang unik dan memiliki daya saing tinggi karena mengusung konsep bagi hasil berdasarkan kinerja usaha yang dibiayai. Potensi fluktuasi pendapatan yang diperoleh dinilai lebih memenuhi konsep keadilan bagi bank dan nasabah," ujar Rudi.
Pedoman Implementasi SRIA dengan Akad Mudharabah Muqayyadah
Perbankan syariah memiliki potensi untuk mengembangkan produk dengan kekhasan syariah. Hal itu sebagai bentuk diferensiasi model bisnis dari perbankan konvensional. Terutama transaksi yang berbasis investasi.
"Untuk memberikan acuan komprehensif dan terstruktur dalam mengimplementasikan SRIA, maka disusun Pedoman Implementasi SRIA dengan Akad Mudharabah Muqayyadah," beber Rudi.
SRIA dengan Akad Mudharabah Muqayyadah merupakan tindak lanjut UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang telah membedakan antara produk Investasi dan produk Simpanan pada perbankan syariah.
"Sebagai respons, OJK memperkenalkan produk SRIA dengan Akad Mudharabah Muqayyadah yang merupakan skema investasi dengan risiko ditanggung oleh Investor," imbuhnya.
Pedoman Implementasi SRIA ini disusun oleh OJK bekerja sama dengan DSN-MUI, pelaku industri perbankan syariah, dan pemangku kepentingan lainnya. SRIA disusun dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, tata kelola, dan perlindungan konsumen.
Pedoman Implementasi Cash Waqf Linked Deposit (CWLD)
RP3SI mendorong perbankan syariah melakukan transformasi melalui sinergi dengan ekosistem ekonomi syariah. Khususnya sinergi dengan keuangan sosial syariah untuk memberikan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat.
"Salah satu inovasi produk perbankan syariah yang dikembangkan oleh OJK dan memiliki karakteristik yang tidak dapat diimplementasikan perbankan konvensional adalah Cash Waqf Linked Deposit (CWLD)," terang Rudi.
CWLD merupakan produk berbasis wakaf uang temporer. Melibatkan peran Nazhir Wakaf Uang dan Bank Syariah sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dalam menyusun program wakaf.
Rudi menekankan perbedaan dan keunikan yang dimiliki CWLD yang berbeda dengan produk konvensional, serta memberikan dampak sosial ekonomi. "CWLD salah satu produk yang memiliki keunikan, karakteristik, dan daya saing tinggi dengan mengintegrasikan antara fungsi komersial dan fungsi sosial bank syariah secara bersamaan. Hal ini diharapkan menjadi sebuah terobosan baru dalam operasional bank syariah, sehingga dapat berdampak pada masyarakat luas dan meningkatkan kinerja Bank Syariah," ucapnya.
Penyusunan Pedoman Implementasi CWLD dilakukan OJK bekerjasama dengan Kementerian Agama (Kemenag), Badan Wakaf Indonesia (BWI), serta industri perbankan syariah yang telah menjadi LKS-PWU. Pedoman tersebut disusun dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, tata kelola, dan perlindungan konsumen.
"Penerbitan tiga pedoman produk perbankan syariah ini diharapkan dapat menjadi bagian penting bagi perbankan syariah dalam mengembangkan shariah-based products lebih beragam, inovatif, dan berdaya saing tinggi, serta pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan," pungkasnya.
(nor/nor)