Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memproyeksikan tingkat pengangguran terbuka sebesar 2,31% pada 2025. Pemprov juga membidik pertumbuhan ekonomi sebesar 5,75%.
"Target makro pembangunan Bali pada 2025 disusun optimistis tetapi tetap realistis, dengan berpijak pada capaian pembangunan sampai dengan semester I tahun 2024 ini," ujar Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya saat membacakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Bali tahun anggaran 2025 dalam sidang paripurna di gedung DPRD Bali, Senin (30/9/2024).
Untuk mendukung tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut, Pemprov Bali juga berupaya menjaga laju inflasi pada 2025 di kisaran 1% hingga 2,5% dengan tingkat kemiskinan sebesar 4%.
Pemprov Bali, Mahendra berujar, berupaya mewujudkan target-target makro dan sektoral melalui pelaksanaan program-program prioritas daerah yang berpihak kepada masyarakat. Di sisi lain, pemprov juga berupaya mendukung program-program prioritas nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program-program itu tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025. Mahendra mengungkapkan tema pembangunan Provinsi Bali 2025, yaitu, "Pemantapan Transformasi Ekonomi Kerthi Bali yang Hijau, Tangguh, dan Sejahtera, serta Memperkuat Daya Saing Daerah."
"Pemprov Bali berupaya mewujudkan target-target dengan dukungan pengelolaan APBD yang cermat dan efektif, serta menggali sumber-sumber pembiayaan lainnya secara lebih inovatif," ujar Pj Gubernur Bali yang sudah menjabat selama setahun lebih itu.
Mahendra juga memaparkan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2025 yang dirancang defisit sebesar Rp 691 miliar lebih, atau 14,17 persen.
"Defisit ini akan dibiayai dari pembiayaan neto," ujar Mahendra.
Dalam Rancangan APBD yang dibacakan Mahendra di hadapan para anggota dewan, Pemprov Bali mematok pendapatan daerah sebesar Rp 4,8 triliun. Terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan transfer pemerintah pusat.
Pemprov Bali merancang PAD sebesar Rp 3,5 triliun lebih, yang sebagian besar merupakan pajak sebesar Rp 2,6 triliun lebih. Kemudian, retribusi daerah sebesar Rp 335 miliar lebih.
"Ketiga, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp 193 miliar lebih dan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp 363 miliar lebih," terang Mahendra.
Sementara itu, pendapatan transfer direncanakan sebesar Rp 1,3 triliun lebih yang merupakan pendapatan transfer pemerintah pusat. Ini belum termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan insentif fiskal yang memang belum diproyeksikan dari pemerintah pusat. Kemudian, pendapatan hibah direncanakan sebesar Rp 5,7 miliar lebih.
Selanjutnya, Mahendra menjelaskan rancangan belanja daerah yang dianggarkan sebesar Rp 5,5 triliun lebih. Anggaran paling banyak digunakan untuk belanja pegawai, yakni Rp 2,3 triliun lebih. Selain itu ada belanja barang dan jasa Rp 1,2 triliun lebih.
"Belanja subsidi, sebesar Rp 5 miliar lebih, belanja hibah sebesar Rp 682 miliar lebih, dan, belanja bantuan sosial, sebesar Rp 150 juta," urai Mahendra.
(hsa/gsp)