Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak kebijakan pemerintah mewajibkan pekerja mengikuti program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). KSPI menolak kebijakan itu diterapkan di NTT.
Ketua KSPI NTT, Sarlin Asbanu, mengatakan kebijakan itu bisa dilakukan di wilayah lain, tetapi tidak di NTT. Sebab, sesuai hasil investigasi KSPI NTT, masih banyak buruh yang dibayarkan tidak sesuai upah minimum provinsi (UMP) NTT 2024.
"Untuk daerah bagian barat dan Irian, penerapan Tapera akan terlaksana, tapi tidak mungkin bisa terjadi di NTT," kata Sarlin kepada detikBali melalui sambungan telepon, Selasa (28/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, di daerah barat dan Irian memungkinkan para pekerja mengambil rumah karena gaji sesuai aturan dan mendapatkan tunjangan. Namun tidak dengan di NTT, karena masih banyak buruh yang gajinya tidak sesuai UMP.
"Kalau diterapkan di NTT, sangat tidak bisa. Sebab gaji buruh rata-rata masih dibawa UMP. Kalau kasih iuran, mereka nggak makan dong? Mau pikir kebutuhan hidup ataukah harus membayar untuk 3 persen Tapera," sesal dia.
Sarlin menegaskan KSPI NTT masih menemukan fakta di lapangan pemberian upah kepada buruh sangat rendah jauh di bawah UMP NTT yang hanya Rp 2.186.826. Padahal, UMP NTT 2024 hanya naik sebanyak 2,96 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Bahkan saat ini masih ada perusahaan di NTT yang memberikan gaji kepada buruh atau karyawannya hanya Rp 350 ribu. "Bagaimana dengan gaji hanya sekian bisa mencicil untuk rumah," terang dia.
Bila pemerintah akan menerapkan Tapera di NTT, jelas Sarlin, maka harus melakukan penindakan terhadap perusahaan yang masih memberikan gaji kepada buruh di bawah dari UMP NTT.
"Harapan saya, untuk Pemda NTT melalui Disnakertrans, wajib hukumnya pengusaha yang nakal atau tidak jalankan aturan dalam pemberian upah kepada buruh harus ditindak sesuai aturan yang berlaku sebelum penerangan itu dilakukan," tegasnya.
(dpw/dpw)