Harga beras di pasar tradisional yang menembus harga Rp 17 ribu per kilogram (kg) ternyata berdampak positif kepada petani. Hal ini lantaran kenaikan beras juga berimbas pada kenaikan gabah petani, dari normalnya Rp 5.500 per kg, saat ini naik menjadi Rp 7.500 per kg.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung Ida Bagus Gde Juanida mengatakan kenaikan harga beras di Bali, khususnya Klungkung tidak disebabkan oleh hasil pertanian lokal. Melainkan imbas dari gagal panen di luar Bali.
"Dampak el-nino di Bali tidak terasa, bahkan panen padi tetap normal, yang membawa imbas positif dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani," kata Juanida kepada detikBali, Selasa (5/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juanida mengungkapkan harga gabah petani di Klungkung terus merangkak naik karena diburu oleh pengusaha beras dari luar Bali, khususnya Banyuwangi. Oleh sebab itu, petani di Klungkung berlomba-lomba untuk berjualan karena harga gabah saat ini memuaskan.
"Namun nanti ketika panen raya tiba pada akhir Maret-April, harga gabah tentunya akan kembali turun," ungkap Juanida.
Kenaikan harga gabah ini terjadi sejak harga beras lokal melonjak menjadi Rp 14 ribu per kg. Sedangkan saat ini harga beras lokal di pasaran sudah seharga Rp 16 ribu per kg.
Salah satu petani di Subak Toya Hee, Desa Gelgel, Kadek Martana, mengaku baru kali ini menikmati harga gabah bagus.
"Biasanya paling mahal Rp 5.500 per kg, itu pun padinya harus bagus. Sekarang pengepul dari Jawa berebut ke petani beli gabah, sekarang harganya Rp 7.000 an," katanya.
Untuk hasil panen padi di kawasan Subak Toya Hee, petani rata-rata menghasilkan 7 ton per hektare.
"Kalau tanah bagus, air cukup bisa sampai 7,5 ton hasilnya. Ini mungkin pertengahan April mulai panen, mudah-mudahan harga masih tinggi, sehingga kami bisa bernapas lega," pungkasnya.
(nor/gsp)