Pariwisata Belum Pulih, Pengusaha Hiburan Terbebani Kenaikan Pajak Hiburan

Pariwisata Belum Pulih, Pengusaha Hiburan Terbebani Kenaikan Pajak Hiburan

Agus Eka - detikBali
Rabu, 17 Jan 2024 13:02 WIB
Suasana salah satu tempat hiburan malam di kawasan Seminyak, Badung, Bali, Selasa dini hari (16/1/2024).
Suasana salah satu tempat hiburan malam di kawasan Seminyak, Badung, Bali, Selasa dini hari (16/1/2024). Foto: Agus Eka/detikBali
Badung -

Ingar-bingar kawasan Kuta, Badung, Bali tak sepenuhnya pudar. Alunan musik di setiap bar yang berjejer di sepanjang Jalan Legian hingga Jalan Pantai Kuta masih tetap menggelegar.

Salah satunya adalah Jaan Cafe. Sekitar 30 pengunjung terlihat duduk serta berdiri menikmati alunan musik yang dibawakan oleh seorang DJ. Berbagai botol minuman terlihat di meja-meja tamu pada Selasa malam (16/1/2024).

Sayangnya, data Jaan Cafe menyebutkan rerata jumlah pengunjung kini menjadi 20-30 orang. Padahal, biasanya pengunjung kafe bisa mencapai 50 orang per malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya di Kuta. detikBali juga mengunjungi Luigis Cafe dan Mexicola. Kafe dan bar yang berlokasi di Canggu, Badung, itu dipadati oleh turis pada Selasa malam.

Pengelola tempat hiburan dan spa di Bali tengah resah. Musababnya, pemerintah menaikkan pajak hiburan 40-75 persen. Kenaikan pajak itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

ADVERTISEMENT

Merujuk pada Pasal 58 ayat 2, khusus tarif pajak barang/jasa tertentu (PBJT) meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa ditetapkan paling rendah 40 persen serta paling tinggi 75 persen.

General Manager Boshe VVIP Club Bali I Gusti Bagus Suwipra khawatir kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen akan membuat tempat karaoke itu sepi. Apalagi, pariwisata Bali belum pulih benar setelah pandemi COVID-19.

"Daya beli orang sudah turun setelah pandemi, (contoh) yang dulunya datang dua tiga kali jadi sekali dalam seminggu," keluhnya.

Menurut Suwipra, penundaan penerapan kenaikan pajak hiburan tidak tepat. Dia berharap aturan tersebut dinyatakan batal oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebelumnya, sejumlah kalangan pengusaha hiburan akan mengajukan uji materi UU 1/2022. Bahkan, mereka juga akan mengirim surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar meninjau kembali regulasi tersebut.

PHRI Ingatkan Pemerintah

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengingatkan pemerintah agar berhati-hati sebelum menaikkan pajak hiburan. Kenaikan pajak hiburan 40-75 persen terlalu tinggi dan bisa berdampak terhadap kunjungan wisatawan ke Indonesia, khususnya Bali.

Suryawijaya membandingkan pajak hiburan di Thailand yang justru turun ke 5 persen. Ia khawatir, Indonesia akan kalah bersaing dengan Negeri Gajah Putih itu atau menguntungkan negara kompetitor lainnya.

"Mereka (Thailand) justru menurunkan pajaknya menjadi 5 persen. Mereka ingin lebih banyak turis datang ke Thailand," ujar Rai, Senin.

Pengusaha Bisa Ajukan Insentif Fiskal

Sekretaris Daerah (Sekda) Bali Dewa Made Indra mendorong para pelaku usaha hiburan untuk mengajukan keringanan pajak ke pemerintah kabupaten/kota masing-masing. "Para pengusaha spa dan PHRI agar mengajukan permohonan (keringanan pajak) kepada bupati di mana usaha itu berada," kata Indra di kantor Gubernur Bali, Selasa (16/1/2024).

Indra menjelaskan kepala daerah kabupaten/kota di Bali dapat memberikan insentif fiskal. Para pengusaha hiburan dan pemerintah kabupaten/kota dapat membicarakan solusi atas permohonan keringanan pajak.

Dengan begitu, kata Indra, besaran pajak hasil kesepakatan antara pelaku usaha dan kepala daerah kabupaten/kota bisa saja lebih di bawah 40 persen. Menurutnya, mekanisme permohonan keringanan pajak itu juga telah diatur dalam Undang-Undang tentang HKPD.

"Ada klausul bahwa bupati dapat memberikan keringanan (pajak). Nah, ruang itu yang dimanfaatkan," jelas Indra.




(gsp/nor)

Hide Ads