Lilik Rustini menggantung tumpukan trompet di langit-langit rumahnya di Jalan Wibisana Utara, Kota Denpasar, Bali. Ada tiga tumpukan terompet yang digantung dan sudah diikat menggunakan tali rafia sore itu.
Sebuah tongkat kayu sepanjang satu meter membantu perempuan yang akrab disapa Vivi itu mengambil dan menaruh trompet yang digantung di langit-langit. Dia lalu duduk di lantai di antara suami dan saudaranya setelah menaruh trompet-trompet tersebut.
Tumpukan kertas yang tergulung berbentuk kerucut juga terlihat menumpuk di bawah trompet yang tergantung. Kertas berbentuk kerucut itu adalah salah satu bahan dasar yang dipakai membuat sangkakala. "Kertasnya seperti kertas map, tapi yang lebih tebal," ujar Vivi di rumahnya, Sabtu sore (23/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suami dan saudara laki-laki Vivi terlihat sibuk menghias kertas yang sudah digulung berbentuk kerucut. Tangan kedua laki-laki itu terampil menempel hiasan di kertas kerucut yang menjadi bahan dasar terompet.
Vivi adalah satu dari sejumlah pembuat terompet di Denpasar. Perempuan asal Jombang, Jawa Timur, ini membuat pernak-pernik tahun baru seperti sangkakala dan topi sejak 1998.
![]() |
Ada dua jenis trompet yang dibuat, yakni berbentuk naga dan kerucut. Keluarga Vivi membuat sangkakala itu sedikit demi sedikit.
"Produksinya dari, Februari, dicicil. Kalau sekarang bikin kan nggak bisa dapat banyak jadinya," papar perempuan berusia 43 tahun itu.
Vivi menerima ribuan pesanan trompet menjelang Natal dan tahun baru 2024. Pesanan itu antara lain 5.000 trompet naga dan 10.000 trompet kerucut.
Vivi menjual trompet naga Rp 7.000 pada para pengepul. Sedangkan, trompet kerucut Rp 3.000 per buah.
Para pengepul kemudian mengambil trompet dari rumah Vivi. "Pengepul itu kemudian menjual lagi ke toko," tutur Vivi.
Vivi juga membuat topi dari kertas untuk pernak-pernik tahun baru. Menjelang tahun baru, ia sudah menerima 2.000 topi dari para pengepul.
Adapun topi tersebut Vivi jual seharga Rp 5 ribu kepada pengepul. Namun, dia jual eceran seharga Rp 10 ribu.
Vivi mengajak saudaranya untuk membuat ribuan trompet dan topi tersebut. Saat malam hari ada lima orang yang membantunya membuat pernak-pernik menyambut tahun baru itu, sedangkan saat siang hanya tiga orang.
"Ini pegawainya kakak saya saja sama anak-anaknya," ujar Vivi.
Vivi mengungkapkan pandemi COVID-19 sempat mengempaskan bisnisnya. Sebab, saat itu pemerintah membatasi mobilitas penduduk. Dampaknya, jumlah wisatawan yang datang ke Pulau Dewata untuk menghabiskan libur Natal dan tahun baru turun drastis.
Apalagi, salah satu penularan COVID-19 adalah melalui droplet atau cipratan liur. "Orang jadi takut," paparnya.
Vivi kini bersyukur. Wisatawan domestik dan mancanegara mulai liburan di Bali. Omset penjualan trompetnya pun naik sekitar 50 persen.
(gsp/nor)