Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Bali saat ini terkendala harga lahan dan perizinan.Saat ini, harga lahan di Bali cukup mahal, dan ketersediaannya pun sedikit.
Hal itu diungkapkan oleh Manager Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Bali Selatan PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Bali I Putu Kariana.Menurutnya, lahan di Bali sempit, sementara PLTS membutuhkan lahan yang luas.
"Kalau lahannya mahal tentu cost-nya juga akan jauh lebih tinggi dan berbicara listrik yang terjangkau tidak sesuai visi jadinya," katanya, Rabu (15/11/2023) di Denpasar, Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bali sendiri sudah memiliki tiga PLTS yakni di Nusa Penida dengan kapasitas 3,5 MW, kemudian PLTS Kubu dan PLTS Bangli yang masing-masingnya berkapasitas 1 MW.
Sementara kendala dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Bali, yakni debit sungai yang tak konstan dan berbeda dengan kondisi daerah lainnya seperti di Jawa.
"(Pengembangan listrik tenaga) bayu (angin) juga sama. Angin kencang hanya pada bulan-bulan tertentu sedangkan, pada bulan-bulan tidak musim angin sama sekali tidak mengeluarkan energi dan itu justru tidak efisien," terangnya.
Terkait dengan kondisi di Bali tersebut, Kariana memandang bahwa pembangkit listrik haruslah berada di luar Bali.
"Bali tinggal menerima saja. Sehingga, dari sisi lahan kita masih bisa mengatur estetikanya seperti apa dan tidak ada permasalahan dari sisi lingkungan maupun sosial," imbuhnya.
Di sisi lain, bauran energi terbarukan di Bali mencapai 1,48 persen, sementara pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai 4,61 persen.
(dpw/iws)