Indonesia Game Developer Exchange (IGDX) yang digelar di Bali tidak hanya memfasilitasi para pengembang video game di aspek bisnis. Mereka juga berkesempatan memamerkan dan mempromosikan produk video game terbarunya.
Salah satunya Bagaskara Firdaus. Bagaskara adalah perancang atau designer video game berjudul Kejora. Kejora yang mulai diproduksi sejak 2019 itu kini dapat diunduh secara gratis di platform pasar video game PC di STEAM.
"Kejora ini genrenya narrative puzzle. Mulai beride dan eksekusi (dibuat) pada 2019 lalu. Sekarang, sudah bisa diunduh gratis di STEAM. Untuk sekarang, formatnya masih demo," kata Baskara kepada detikBali di Hotel The Stone, Kuta, Jumat (13/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baskara menuturkan, ada tantangan selama proses pengerjaan Kejora yang hanya memakan waktu selama setahun. Salah satunya, adalah soal anggaran.
Bukan tanpa alasan, video game yang mengangkat kearifan lokal Indonesia itu terbatas dengan anggaran yang berdampak pada waktu pengerjaan. Baskara menolak menyebut berapa biaya yang dihabiskan untuk memproduksi video game tersebut.
Yang pasti, biaya yang tersedia untuk produksi Kejora, hanya cukup untuk setahun saja. Dengan anggaran yang ada juga, Baskara juga wajib memaksimalkan kualitas permainan atau gameplay pada video gamenya.
"Tantangannya itu kami itu hanya punya limited budget. Otomatis, waktu (produksi video gamenya) menyesuaikan sama budget yang kami punya. Ya sudah bagaimana kita caranya bisa menaksimalkan dan tetap naratif juga (permainan di dalam video gamenya)," tuturnya.
Senada dengan Baskara. Livander Surya, pengembang video game dari studio Aim to Mite punya tantangan yang sama saat memproduksi game 'Lost in Dread', sebulan lalu.
Meski, Livander sendiri mengaku punya anggaran yang cukup untuk memproduksi Lost in Dread hanya dalam sebulan, masih ada hal lain ingin ia kembangkan pada karyanya tersebut.
"Bisa dibilang punya (kendala soal anggaran) juga. Makanya, kami ikut diajang IGDX ini untuk dapat publisher untuk menghilangkan problem tersebut terhadap perkembangan video game ini," kata Livander.
Selain soal anggaran, proses produksi video game juga sangat menguras tenaga dan waktu. Livander yang menggarap Lost in Dread dengan 10 rekannya, sering kali harus menangani sendiri hampir semua proses pengerjaan video gamenya.
Misalnya, mengerjakan art concept, game design, narasi, programming dan aspek lainnya dari game Lost in Dread itu. Dia mengaku menghabiskan setidaknya 40 jam dalam seminggu, hingga dapat menyelesaikan video game horor yang menyajikan cerita kehidupan anak sekolah yang penuh aksi perundungan itu.
Meski begitu, anggaran terbatas dan waktu terkuras bukan hal yang menurunkan semangat Baskara dan Livander selama memproduksi video gamenya. Menurut mereka, memproduksi video game yang bagus perlu komitmen dan upaya yang maksimal, meski dengan dana yang terbatas.
(dpw/dpw)