Penumpang Bus Trans Metro Dewata Sepi, Ini Kata Dishub

Denpasar

Penumpang Bus Trans Metro Dewata Sepi, Ini Kata Dishub

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Selasa, 10 Okt 2023 18:15 WIB
Bus Trans Metro Dewata ketika berhenti di salah satu koridor pada Minggu, 17 April 2022
Bus Trans Metro Dewata sepi peminat. (Foto: Poetri/detikBali)
Denpasar -

Bus Trans Metro Dewata hingga kini masih sepi peminat. Bus yang digadang-gadang jadi moda transportasi terpadu itu kadang terlihat berjalan tanpa penumpang.

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Bali I Gde Wayan Samsi Gunarta buka suara soal sepinya penumpang Bus Trans Metro Dewata. Dia mengatakan masyarakat Bali masih dalam masa penyesuaian untuk menggunakan transportasi umum.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi salah satu pembicara di Workshop Urban Mobility and Bali Low Emission Zone Initiative di Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar, Selasa (10/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang pun masih tumbuh tinggi sebetulnya karena masyarakat masih menyesuaikan. Jadi kalau ada yang mengatakan pengguna Trans Metro Dewata masih rendah memang masih rendah," ungkap Samsi.

Namun, lanjutnya, ada pertumbuhan jumlah penumpang di tahun 2021 dan 2022 mencapai 12 persen. Dia optimistis Bus Trans Metro Dewata (TMD) bisa dikembangkan lebih baik dari sisi integrasi dan konektivitasnya akan semakin banyak yang meminati.

ADVERTISEMENT

"Harapannya pertumbuhan 12 persen itu bisa dicapai secara merata dengan demikian Trans Metro Dewata sebenarnya bisa cukup handal," lanjutnya.

Samsi juga melihat masih banyak peluang peningkatan jumlah penumpang. Namun, ia belum bisa memaksa terkait pegawai ASN Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk menggunakan TMD saat bekerja.

"Kemudian dosen-dosen mahasiswa masih belum ada pemaksaan, tapi saya lihat Pak Rektor waktu itu meminta saya untuk mempersiapkan dan segera mengambil langkah. Jadi saya kira ini akan segera kita hasilkan," ucapnya.

Selain transportasi umum, Samsi juga berharap dalam mengurangi emisi ialah penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Akan tetapi, butuh ekosistem yang baik lantaran masyarakat harus bisa bersama-sama beralih ke kendaraan listrik.

"Kami benar-benar switch hidup yang tadinya bergantung pada BBM menuju ke kendaraan listrik yang lebih subsidinya lebih di listrik tapi dengan penjualan melalui charging mulai di lepas dan kemudian penggunaan watt kilometer sangat ekonomis dibandingkan BBM," tutur Samsi.

Sebelumnya, Organisasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menyoroti pembangunan Lintas Raya Terpadu (LRT) Bali yang disebut bakal groundbreaking awal 2024. Tarif LRT diusulkan sebesar US$ 1-2 atau sekitar Rp 15-31 ribu. MTI pesimistis LRT Bali bakal diminati, meski dengan tarif murah sekalipun.

"Di Bali itu masyarakatnya belum terbentuk membiasakan menggunakan angkutan umum. Jangankan tarif segitu, yang lebih murah pun nggak mau pakai di sana," ujar Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno kepada detikBali, Rabu (27/9/2023).

Dia menilai kesadaran masyarakat Bali menggunakan transportasi umum sangat rendah. Djoko juga menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sangat memaksa agar dibangun LRT.

Djoko pun mencontohkan Bus Trans Metro Dewata (TMD) yang sampai sekarang minim peminat. "Ditambah Pemdanya nggak peduli, itu saya sudah beri masukan nggak usah dibangun (LRT) di Bali itu mahal nanti," ucapnya.




(dpw/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads