Mengaspal dengan Motor Custom di Bali: Ketat di Kota, Longgar di Desa

Lapsus Geliat Bengkel Kendaraan Custom di Bali

Mengaspal dengan Motor Custom di Bali: Ketat di Kota, Longgar di Desa

Ni Kadek Ratih Maheswari-Nindy Tiara Hanandita - detikBali
Kamis, 13 Jul 2023 22:20 WIB
Penggemar motor custom Komang Chrisna Adi Putra di Bali, beberapa waktu lalu
Penggemar motor custom Komang Chrisna Adi Putra di Bali, beberapa waktu lalu. Foto: Dok. Pribadi
Denpasar -

Komang Chrisna Adi Putra tak pernah ragu untuk menjajal jalanan di Bali dengan motor custom jenis chopper miliknya. Menurut dia, banyak orang yang mengendarai motor custom di desa karena tidak khawatir ditilang polisi.

"Kalau mau bawa ya bawa saja, apalagi kalau motor sendiri," tutur Komang Adi kepada detikBali, pertengahan Mei lalu.

Komang Adi tak pernah disetop polisi saat mengaspal dengan motor berbentuk unik itu di desa. Padahal, motornya tidak dilengkapi spion dan pelat nomor polisi. Bahkan, motor chopper miliknya tak dilengkapi suspensi belakang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak selamanya mengaspal dengan motor custom di jalanan desa aman. Komang Adi pernah dicegat warga setempat menggunakan bambu lantaran bisingnya suara knalpot motornya.

Komang Adi kepincut memiliki motor custom sejak melihat musisi idolanya vokalis Rajawali Ingkar Janji (RIJ) Ajin Jenaka menunggangi motor jenis chopper pada 2017. Pria yang kini berusia 22 tahun itu makin terobsesi setelah mengetahui ada motor chopper yang menggunakan mesin Mercedes Benz.

ADVERTISEMENT

Sejak itu, Komang Adi mulai menabung dengan menyisihkan uang kuliahnya demi membangun motor custom jenis chopper impiannya. Mesin motor Yamaha Scorpio 225 cc menjadi pilihannya untuk membangun motor custom impiannya.

Perlu waktu sekitar dua bulan bagi Komang Adi untuk mewujudkan motor custom impiannya. Sebagai mahasiswa dengan isi kantong pas-pasan, dia memilih membangun motor custom di sebuah bengkel dekat kampusnya di Sukasada, Buleleng.

"Harga yang ditawarkan jauh lebih murah dan kualitas garapannya bagus," imbuhnya.

Menurut Komang Adi, naik motor custom melelahkan. Namun, rasa capek itu kalah dengan asyiknya mengaspal dengan motor tersebut. "Apalagi kalau motor sendiri, sudah tahu masalah dan kendalanya sehingga bisa diatasi," ungkapnya.

Seperti apa regulasi terkait mengendarai motor custom? Baca selengkapnya di sini.

Lain lagi dengan kisah I Gede Mas Giri Hari Purnama Sidhi. Pria berusia 20 tahun itu merakit ulang motor Kawasaki KZ200 milik keluarganya pada 2017. Giri membutuhkan waktu mencapai setahun untuk membangun motor custom jenis chopper itu.

"Motor ini hanya saya gunakan saat weekend atau bisa juga dipajang di event atau kontes tertentu," tutur anggota komunitas motor custom Karangasem, Troops Motorcycle, itu.

Giri mengaku sudah mengeluarkan uang sekitar Rp 20 juta untuk membangun motor chopper tersebut. Ia tidak menggunakan motor custom itu untuk berkendara sehari-hari. Dia baru menunggangi motor itu saat hendak touring bersama komunitasnya.

"Kalau untuk harian sepertinya tidak mungkin, karena orang-orang yang kuat saja yang mau mengendarai. Chopper tidak memiliki suspensi belakang dan tidak ada rem depan," ungkap Giri.

Giri tak menampik motor custom yang dia miliki kurang memperhatikan aspek keselamatan. Terlebih, motor tersebut belum melalui uji kelayakan sebagaimana motor standar lainnya.

Salah satu builder atau perakit motor custom, Komang Gede Sentana Putra alias Kedux, mengungkapkan sejauh ini belum ada regulasi yang mengatur penggunaan motor custom. Pemilik bengkel Kedux Garage itu tak menampik banyak pengguna motor custom yang mengendarai motornya sembunyi-sembunyi.

"Sejauh ini belum ada regulasi, jadi penggunanya hanya kucing-kucingan saja. Mau urus surat-surat ke mana, tidak tahu," kata Kedux.

Gusti Ngurah Anom atau Ajik Krisna selaku Ketua IMI Bali.Gusti Ngurah Anom atau Ajik Krisna selaku Ketua IMI Bali. Foto: Dok. MPR

Sementara itu, Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bali Gusti Ngurah Anom atau yang akrab disapa Ajik Krisna menekankan pengguna motor custom di jalan raya tetap perlu mengantongi surat-surat izin lengkap. Menurutnya, hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas.

"Minimal ada surat jalannya. Kalau tidak, ya mending jangan. Baiknya, kepada para komunitas memperhatikan hal ini agar tidak ada masalah atau kejadian di jalan," kata pemilik toko oleh-oleh Bali Krisna itu.

Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Ratih Maheswari dan Nindy Tiara Hanandita peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(gsp/iws)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads