Kembang Kempis Usaha Rumahan Sandal di Kuta, Dulu Bisa Raih Ratusan Juta

Kembang Kempis Usaha Rumahan Sandal di Kuta, Dulu Bisa Raih Ratusan Juta

Triwidiyanti - detikBali
Senin, 13 Feb 2023 05:15 WIB
Agung Sudiana tengah membuat upper atau bagian penutup sandal.
Foto: Agung Sudiana tengah membuat upper atau bagian penutup sandal. (Triwidiyanti/detikBali)
Badung -

Di Desa Adat Tuban, Kuta, Badung, Bali ada sejumlah pelaku home industry usaha rumahan potensial. Salah satunya adalah Agung Sudiana (48). Dia sejak belasan tahun lalu menekuni produksi sandal rumahan.

Sudiana yang concern pada sandal jenis flat ini mulai fokus melakoni home industry sejak 2005. Sejak awal dia dibantu sang istri Putu Utariani (48).

Pria yang juga bekerja di bagian Ground Handling Bandara I Gusti Ngurah Rai itu menceritakan awalnya melihat peluang bisnis sandal yang cukup besar di pasar lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudiana mendapatkan keahlian membuat sandal setelah belajar langsung dari perajin di Bandung selama dua minggu. Ini difasilitasi oleh Pemkab Badung.

Agung Sudiana mengerjakan pembuatan sandal di bengkel produksinya.Foto: Agung Sudiana mengerjakan pembuatan sandal di bengkel produksinya. (Triwidiyanti/detikBali)

Usaha sandal milik Sudiana yang diberi nama Widhi Bali Collection ini sangat menjanjikan di masa-masa sebelum pandemi COVID-19. Bahkan saat itu dia punya karyawan khusus produksi hingga empat orang. Omzetnya bisa menembus ratusan juta.

ADVERTISEMENT

Namun, menurut Sudiana ketika pandemi menyerang usahanya langsung tiarap.

"Kalau dulu saya punya tukang empat, sekarang saya garap sendiri, karena memang orderan belum banyak. Pernah pas PKB dulu omzet sampai Rp 150 juta, sekarang mana dapat," ucap Sudiana ditemui detikBali di bengkel pembuatan sandal di rumahnya, di Desa Adat Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, Minggu (11/2/2023).

Sudiana mengaku dahulu membangun usaha sandal dengan modal awal Rp 30 juta. Target penjualannya sendiri menyasar kalangan menengah ke bawah.

"Kalau harga tergantung bahan sebenarnya, misal konsumen minta kulit asli itu lebih mahal bisa Rp 300-500 ribu tergantung tingkat kesulitan, tapi kalau yang sintetis yang suka istri saya bawa di pameran itu sekitar Rp 150-175 ribu," ungkapnya.

Selengkapnya baca halaman selanjutnya

Untuk bahan baku sandal bisa diperoleh di Kota Denpasar. Hanya saja saat ini harganya cukup mahal karena distributor di Denpasar mendatangkan dari Jawa.

"Bahan baku sandal mudah, cuman harga mahal karena dari Jawa. Selain itu setelah pandemi daya beli masyarakat turun, belum pulih kayak dulu," cetusnya.

Sudiana saat ini menyempatkan membuat sandal saat tidak sibuk bekerja di bandara. Karena hingga sekarang belum memiliki karyawan lagi.

Sementara itu sang istri Utariani selain membantu proses produksi juga gencar dalam pemasaran. Salah satu yang cukup konsisten dijalani adalah ajang pameran di Pesta Kesenian Bali (PKB)setiap tahun. Selain itu juga beragam event pameran di beberapa kabupaten di Bali.

Agung Sudiana mengerjakan pembuatan sandal di bengkel produksinya.Foto: Agung Sudiana mengerjakan pembuatan sandal di bengkel produksinya. (Triwidiyanti/detikBali)

Utariani mengaku meski gencar promosi tapi daya beli masyarakat memang sedang menurun.

"Dulu sebulan sekitar Rp 15-25 juta bahkan ratusan juta sekarang dapat setengahnya sudah syukur dalam sebulan," ungkapnya ditemui di Pasar Rakyat Desa Kelan, Minggu (11/2/2023).

Di luar pameran, Utariani mengaku memiliki gerai di Padang Luwih, Badung. Sementara dari Pemkab Badung, disediakan gerai di Galeri Budaya Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung.

Utariani berharap mendapat bantuan dari pemerintah dari segi permodalan dan pemasaran.

"Kami berharap diberikan utamanya permodalan untuk mengembalikan perekonomian, kedua dibuat tempat untuk menjual produk kami," harapnya.

Seiring waktu, mengikuti perkembangan zaman Utariani juga memasarkan lewat media sosial dan e-commerce. Dia sendiri optimis bisnis sandalnya ini tidak akan pernah mati dan bisa bangkit lagi.

Halaman 2 dari 2
(hsa/irb)

Hide Ads