Temuan sumber tambang Logam Tanah Jarang (LTJ) di utara Swedia menggegerkan negara-negara di Eropa. Sebab, LTJ tidak pernah ditambang di Benua Biru dan kebutuhan LTJ Eropa selama ini mayoritas diimpor dari China.
Padahal, komoditas yang dibutuhkan Eropa itu tersimpan di Indonesia. Bahkan, melimpah ruah tersebar di berbagai wilayah di Tanah Air.
Mengutip data booklet Kementerian ESDM, mengutip detikFinance, Minggu (5/2/2023), potensi LTJ tersimpan dalam produk samping timah berupa monasit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Monasit itu tercatat sebanyak 185.179 ton logam yang bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan dan tersebar di Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.
Tak cuma itu, LTJ juga tersimpan pada produk samping timah lainnya, yakni xenotime. Sumber daya xenotime ini sebanyak 20.734 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut jadi cadangan, dan tersebar di Kepulauan Bangka Belitung.
LTJ juga ada pada produk samping zircon, red mud bauksit, produk samping nikel laterir dan batu bara. Nah, dari total 28 lokasi mineralisasi LTJ yang terungkap, sembilan lokasi telah dieksplorasi awal, termasuk 19 lokasi yang belum dilakukan atau belum optimal dieksplorasi.
Target akselerasi LTJ terbagi dalam beberapa klaster di Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Badan Geologi pun gencar melakukan eksplorasi potensi LTJ untuk mengetahui potensi LTJ di area potensi laterit di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) agar bisa dipersipakan WIUP LTJ.
Pada 2022, Badan Geologi melakukan eksplorasi LTJ di Mamuju, Sulawesi Barat, dan Parmonangan, Sumatera Utara. Hasilnya, ditemukan kadar total LTJ tertinggi di Mamuju sebesar 4.571 ppm dan Parmonangan 1.549 ppm.
Kemudian, di area lumpur Sidoarjo ditemukan potensi lithium 86-92 ppm, potensi stronsium 394-451 ppm, dan LTJ 111 ppm.
"Kami sudah sampaikan juga ada indikasi potensi, baik itu Li, Sr, maupun REE. Kegiatan 2022 ini melanjutkan penemuan pada 2020 di lokasi yang berbeda," ujar Plt Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid.
Tahun ini, rencananya eksplorasi dilakukan di Melawi, Sibolga, Mamuju, Papua, dan Bangka Belitung. Sedangkan 2024 nanti, direncanakan di Ketapang, Sibolga, Pegunungan Tiga Puluh, dan Papua.
Pasir Silika jadi Nikel Selanjutnya
Selain LTJ, Indonesia juga memiliki 'harta karun' lain yang diincar banyak perusahaan, yaitu pasir silika atau kuarsa, komoditas penting bagi pembuatan panel surya. Bahkan, komoditas ini disebut-sebut sebagai 'nikel selanjutnya.'
Perusahaan China pun telah menyatakan minatnya untuk menambang pasir silika. Salah satunya, yaitu Xinyi.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyebut Bangka Belitung menjadi wilayah dengan pasir silika cukup banyak.
"Perusahaan dari China, Xinyi menyatakan mereka adalah perusahaan yang memasok 40 persen dari panel surya global," imbuhnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Ridwan bahkan telah bertemu dengan perwakilan Xinyi dan perusahaan asal China itu telah mengunjungi lokasi hingga dua kali. "Sudah melihat calon lokasi dan telah menghitung-hitung juga dan akan kembali lagi setelah 6 Februari," tutur dia.
Pun demikian, ia belum bisa memastikan nilai investasi yang akan digelontorkan Xinyi. Perkiraannya, berkisar USD 3 miliar atau Rp 45 triliun (kurs Rp 15 ribu per dolar AS). "Belum ada proposal tertulisnya, dalam diskusi-diskusi," terang dia.
Perusahaan lokal pun berminat menambang pasir silika, dengan membentuk konsorsium. "Beberapa berkonsorsium membentuk asosiasi sesama mereka. Intinya, jangan sampai ketinggalan," jelasnya mengingatkan.
Berdasarkan data, total sumber daya pasir silika 25,33 miliar ton, dengan total cadangan sebanyak 331 juta ton. Cadangan itu tersebar di Sumatera 64 juta ton, Jawa 176 juta ton, Kalimantan 17 juta ton, dan Sulawesi 74 juta ton.
(BIR/iws)