Ketika Aplikasi MyPertamina-Solusi Subsidi BBM Tepat Sasaran Diragukan

Ketika Aplikasi MyPertamina-Solusi Subsidi BBM Tepat Sasaran Diragukan

Tim detikFinance - detikBali
Senin, 12 Sep 2022 06:33 WIB
Kenaikan BBM tidak menyurutkan warga untuk memburunya, ini terlihat di SPBU Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, Sumsel.
Ilustrasi Antrean pembelian BBM di sebuah SPBU. (Foto: Dikhy Sasra)
Bali -

Rencana penggunaan aplikasi MyPertamina sebagai solusi agar subsidi BBM lebih tepat sasaran diragukan sejumlah pihak. Sebab, tidak menutup kemungkinan masyarakat yang mampu juga memiliki kendaraan dengan kapasitas mesin yang kecil.

"Sekarang kan mau berdasarkan cc, kalau orang kaya punya (kendaraan) cc kecil kan salah sasaran juga," kata Pengamat Ekonomi Politik sekaligus Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, dalam sebuah diskusi Poligov di Jakarta, Minggu (11/9/2022), sebagaimana dikutip dari detikFinance.

Selain meragukan penggunaan aplikasi tersebut, Didu juga mempertanyakan mengenai salah satu alasan kenaikan harga BBM adalah subsidi yang diberikan tidak tepat sasaran. Menurutnya, sejak dulu memang subsidi BBM tidak pernah memasukkan unsur sasaran pemberian subsidi. Dia menjelaskan, unsur utama penyaluran subsidi BBM adalah penentuan kuota.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apakah betul bahwa subsidi BBM salah sasaran? Dari dulu subsidi tidak ada namanya sasaran, yang ada kuota. Misalnya berapa kuota Premium di provinsi A. Bahwa siapa yang beli di sana tidak ada," terangnya.

Seperti diketahui, pemerintah sudah menaikkan harga BBM pada 3 September kemarin. Salah satu alasannya karena biaya subsidi BBM yang semakin membengkak. Harga solar naik dari Rp 5.150/liter jadi Rp 6.800/liter. Harga Pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000 ribu/liter. Lalu, Pertamax dari sebelumnya dibanderol Rp 12.500/liter menjadi Rp 14.500/liter.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menjelaskan BBM merupakan barang yang menguasai hajat hidup masyarakat. Dia menyebut BBM seharusnya terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Dia kemudian menjelaskan, pengeluaran untuk BBM idealnya adalah 5 persen dari pendapatan masyarakat. Dia mencontohkan, jika seorang buruh memiliki gaji Rp 4 juta/bulan, maka artinya pengeluaran BBM harusnya Rp 200 ribu setiap bulannya.

"Ini saya ambil benckmark 5 persen, kalau dia sampai 10 persen artinya pengeluaran lainnya harus dikurangi. Artinya ada belanja-belanja lain yang harus dikurangi," terangnya.

Jika kenaikan BBM meningkatkan porsi pengeluaran buruh tersebut, lanjutnya, maka harus ada biaya pengeluaran lain yang harus dikurangi. Itu artinya maka akan mengikis daya beli masyarakat. Menurut Anthony jika daya beli masyarakat tergerus akibat kenaikan harga BBM, maka potensi meningkatnya angka kemiskinan semakin besar.

Dilansir dari detikFinance, Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya menjelaskan penerapan MyPertamina untuk pembelian Pertalite sebenarnya eksekusinya dilakukan oleh Pertamina dan Telkom untuk melakukan sinergi data base.

"Karena ada SPBU Pertamina yang belum memakai MyPertamina, tapi ada juga Telkom yang belum menginstall dari pada chip-chipnya, ada teknologinya," tuturnya di Gedung Bank Mega, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Erick menegaskan bahwa penerapan MyPertamina secara menyeluruh di seluruh SPBU Pertamina butuh waktu. Menurutnya persiapannya butuh waktu sekitar 2-3 bulan.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads