Penertiban 13 bangunan akomodasi pariwisata yang dinilai melanggar tata ruang di Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, menimbulkan persoalan baru. Salah satu warga terdampak adalah Wayan Subadra (64) dari Banjar Gunung Sari, Desa Jatiluwih, yang bangunannya ikut masuk dalam daftar pelanggaran oleh Panitia khusus (Pansus) Tata Ruang dan Alih Fungsi Lahan (TRAP) DPRD Bali.
Subadra mengaku kecewa karena lahan tersebut menjadi satu-satunya tempat mengais rezeki. Ia bukan petani, tetapi pemilik lahan seluas 29 are di kawasan DTW Jatiluwih. Ia bahkan berencana membangun rumah di lahan tersebut.
"Warungnya sudah ada, luasnya 3 are namanya Warung Wayan Jatiluwih. Sisanya mau dipakai untuk rumah tempat tinggal. Kalau sekarang ditutup, saya mau tinggal di mana? Apakah saya salah membangun di tanah saya sendiri?," kata Subadra saat ditemui di DTW Jatiluwih, Kamis (4/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa keluarganya tidak lagi memiliki lahan di rumah pokok, sehingga tanah warisan seluas 29 are itu direncanakan menjadi tempat tinggal baru sekaligus lokasi usaha. Subadra pun menyebut bangunan warungnya berdiri jauh sebelum Jatiluwih ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD).
"Saya sudah bangun (warung) itu sejak tahun 2010 atau sebelum Jatiluwih ditetapkan sebagai WBD tahun 2012," tegasnya.
Sama halnya dengan petani lokal Jatiluwih, Subadra meminta pemerintah agar berlaku adil bagi masyarakat Jatiluwih. Sebagai bentuk solidaritasnya kepada petani lokal, Subadra juga turut memasang seng di lahan milik petani sebagai bentuk protes ke pemerintah.
Sebelumnya, Pansus TTRAP DPRD Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Penebel, Selasa (2/12/2025). Dalam pengecekan itu, pansus menemukan 13 bangunan yang melanggar aturan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) hingga warung berkedok gubuk di tengah area persawahan.
Gubuk-gubuk tersebut banyak terlihat di sepanjang jalur trekking di tengah sawah Jatiluwih. Sebagian besar memang digunakan untuk urusan pertanian, seperti menyimpan hasil panen maupun peralatan pertanian. Ada juga gubuk untuk kandang sapi. Namun, di beberapa titik terlihat gubuk justru digunakan untuk tempat berjualan.
Ketua Pansus TRAP, Made Suparta, meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan dan pengelola DTW Jatiluwih menindak tegas pelanggaran tersebut. Pansus menilai penggunaan gubuk untuk berjualan merupakan pelanggaran pemanfaatan ruang di LP2B dan LSD. Mereka juga mendorong agar gubuk-gubuk yang ada diseragamkan demi menjaga keasrian lanskap sawah.
Simak Video "Video DPRD Bali Sidak Kawasan Tahura: Ada Pabrik Beton-Rumah Warga"
(nor/nor)